Showing posts with label Me Serries. Show all posts

MemesonaItu Adalah Mereka yang Tulus Peduli

Siapa yang hadir di benakmu jika diminta untuk menyebutkan sosok–sosok wanita yang memesona? Raline Shah, Putri Indonesia, Miss Universe, Oprah Winfrey, Siti Khadijah, atau bahkan ibunda kita tercinta? Saya yakin kita punya beberapa bahkan banyak nama yang hadir di kepala.

Begitupun saya. Alhamdulillah ada banyak sosok wanita memesona yang hadir dalam hidup saya. Sebut saja beberapa di antaranya ada Ibu, Sari, Lia, Fitri, Paku, Kak Rizky, Ririn, Salwa, Ucha, Dewi, Nurul, Putri dan Bu Uning, (Tuh, banyak bukan? Ini baru beberapa) yang saya yakin banyak dari pembaca yang tak tak kenal siapa mereka. Hehe.

Sosok mereka kerap membuat saya terkagum-kagum sekaligus iri. Iri? Ya, karena saya juga ingin seperti mereka dalam arti memiliki pemikiran-pemikiran dan perilakunya.

Lalu apa sebenarnya yang membuat saya begitu terpesona dengan mereka?

Jika dilihat dari paras dan penampilan, mereka adalah sosok yang beragam, tentu tak bisa disamakan. Jika orang yang pertama kali melihat mereka diberikan kertas yang berisi pilihan: sangat cantik, cantik, biasa, hingga jauh dari cantik, saya yakin kesemua opsi tersebut akan dicontreng. Kesimpulannya, bukan wajah dan penampilan yang membuat saya terpesona.

Karena memutuskan untuk menuliskan artikel ini, saya jadi berfikir, apa sebenarnya kesamaan yang ada pada mereka hingga membuat mereka memesona?

Saya ingat-ingat kembali hal-hal apa saja dari mereka yang membuat saya kagum, terinspirasi, tertegun, tertonjok, dan tergerak untuk menjadi seperti mereka, berfikir seperti mereka, dan berlaku seperti mereka. Hal-hal apa saja yang membuat saya berubah karena hadirnya sosok mereka.

Dalam rekaman ingatan saya, mereka adalah sosok-sosok seperti di bawah ini.

Mereka adalah sosok-sosok yang yang dengan senang hati membatu orang lain, baik itu hal-hal kecil maupun hal-hal besar yang bisa mereka lakukan.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang sigap turun dari mobil dan berlari membantu seorang bapak yang terjatuh karena motornya terserempet truk di jalan raya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang rela menangguhkan melahap rotinya, demi menghampiri sekelompok mahasiswa yang sedang duduk-duduk di taman kota, lalu memungut bungkus makanan yang mereka buang begitu saja, kemudian ia serahkan pada mereka sembari tersenyum menunjuk ke arah tong sampah. Ia mengatakan sesuatu yang tak saya dengar namun saya paham maksudnya. Intinya mengingatkan untuk tidak menyampah.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang lemah lembut pada anak-anak, juga yang rela memungut kucing-kucing terlantar dan merawat mereka bak anak-anak kandungnya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang kerap memasukkan namaku dalam doa-doanya tanpa saya tahu, padahal ia bukanlah ibu atau bagian keluarga saya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang ketagihan untuk berbagi apa saja kecuali kesedihannya, di mana saja dan pada siapa saja, dengan harapan bahwa apa yang ia bagikan dapat bermanfaat dan ia mengharapkan balasan hanya dari Sang Pencipta.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang tak mau diketahui jika ia sedang sedih, sakit ataupun marah padahal saya tinggal di bawah atap yang sama. Jika pun berhasil diketahui, saya pasti mengetahuinya setelah ia sembuh, dan setelah masalahnya selesai. Sedangkan marah, saya tak pernah tahu ataupun melihatnya pernah menunjukkan gejala-gejalanya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang kerap memutar balik motornya untuk membeli dagangan kerupuk, atau balon, atau koran, atau mainan parasut terjun milik bapak-bapak tua,   yang ia temui di jalanan.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu bisa ngobrol asik dengan tiap tukang parkir yang ditemuinya sembari memarkirkan motornya, penjual gorengan di pinggir jalan, penjual es dawet, penjual pepaya dan ikan di pasar, sampai tukang sapu yang sedang duduk-duduk melepas penat, seolah mereka telah kenal lama.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu berusaha agar boncengan motornya tak pernah kosong baik ketika pergi maupun pulang dari suatu acara. “Ada yang mau bareng saya?” Begitu selalu katanya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu berusaha agar tiap perbuatan yang dilakukan untuk dirinya juga bisa bermanfaat untuk orang sekitarnya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang melaluinya saya melihat penerapan langsung dari filosopi “belum beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Dan setelah saya ingat-ingat lagi, tiga poin terakhir bukanlah dilakukan oleh salah satu dari mereka, namun oleh mereka semua.

Nah, tiap kali saya memgingat masa-masa ini, saya merasa seperti yang saya sebutkan sebelumnya; kagum, terinspirasi, tertegun, tertonjok, dan tergerak untuk menjadi seperti mereka, berfikir seperti mereka, dan berlaku seperti mereka.

Apakah hal yang sama dari sosok pribadi mereka yang membuat saya terpesona? Saya simpulkan bahwa mereka adalah sosok-sosok yang tulus atas segala bentuk kepedulian mereka. Mengharapkan balasan hanya pada Tuhan. Mereka tulus peduli. Tak hanya pada teman, saudara dan orang-orang terdekatnya, tapi pada siapapun, manusia dan semua ciptaan sang Khalik. Oleh karena itu, di mata saya mereka jadi amat memesona.

Hadirnya mereka dalam kehidupan saya adalah satu anugrah yang sangat saya sukuri. Melalui mereka saya banyak belajar. Saya yang awalnya adalah pribadi yang hampir bisa dikatakan anti sosial dan masa bodoh dengan sekitar, merasa tertampar. Melalui mereka saya belajar bersilaturahim, berbagi, berempati, peduli dan perlahan-lahan saya belajar untuk menikmati manisnya rasa ketulusan. Saya ingat semuanya dimulai dengan mulai peduli pada hal-hal kecil di sekitar dan melakukannya dengan tulus.

Terima kasih telah hadir dalam hidup saya dan mengajarkan begitu banyak makna kehidupan. Semoga ketulusan kalian kian berkah dan kian banyak sosok-sosok lain yang tumbuh memesona berkat pesona yang ada pada kalian.

Seseorang mengatakan, “Be somebody you would like to meet”. Jadilah seseorang yang ingin kamu temui. Saya pribadi tak kan menolak bertemu dengan sosok-sosok memesona itu. That’s why I am being somebody I’d like to meet. Oleh karena itu saya sedang berusaha menjadi seseorang yang ingin saya temui. Dimulai dengan mulai peduli pada hal-hal kecil di sekitar dan melakukannya dengan tulus. Karena Memesonaitu adalah mereka yang tulus peduli.

Begitu versi saya tentang #MemesonaItu. Bagaimana MemesonaItu versi kamu? :D

Me and Catatan Matluthfi

My first impression when deciding to borrow this book was that I was worried that it’d be hard to understand the meaning since the language used would be half or more in Malay not Indonesian. I assumed that the English articles would be much more understandable than the Malay ones. Still I made up my mind to read it.  And that impression and assumption turned out right.

However, it was fun. Along the time, I feel I could hear the voice of Matluthfi speaking in his unique dialect while I was reading. I guessed it was because I had seen some videos of his before.

The copywriting and jokes were totally healthy and enlightening for my soul. I often wondered how he could write such thoughts of his in such age.

I can see why Ririn fell for him so much. Yet, I still could not imagine that the news of Matluthfi finally got married broke her heart so badly. LOL

By the way, I believe that it was her mother that made Matluthfi what he was and is now. Just like his many times unbelievable-but-turned-out-smart way of thinking and his creative ways of joking. Instead of being a fan of him, I am officially starting to be a fan of his mother now, I guess. :D It was mention almost at the last part that his mother had just learned how to send picture via Whatsapp, I wonder if after that she learned how to sign up in Instagram too. I'd be glad to follow. Hehe.

Yesterday, I read the part about his reading habit. There he wrote about how he read “Spiritual Journey” (the title of the book) for days. And then he dreamed about meeting Prof. Tariq, the writer. And he said to the professor, as I quote from page 138:

“You teach me if an apple is bad, let’s not talk much on the fruit or the state that is, but rather the things that make it so. It might be the wind, the animals that touch it, the soil, the insufficient nutrients. You teach me, that bad apples will eventually fall back to the ground. And let’s work together to make sure the trees that they’ll grow up to be, are protected from the excessive wind, harmful animals, grow on the soil, get sufficient nutrients and produce better generation of new apples.”

And after that the professor smiled at him. Getting that kind of feedback, in his own dream, Matluthfi said to himself, “Had I gone mad?”

I was reading this part yesterday afternoon while lying down on my bed. I wasn’t sure how many pages had passed after this part before I fell asleep. I had a dream. In my dream, I met Matluthfi. Standing next to him was Ririn. I clearly saw her there. She was clinging onto Matluthfi’s left arm.

While looking at me with her bright smile, Ririn said, “Suamiku”.

 I giggled and said, “I must be dreaming”.

Any way thanks a million for letting me have your so-called husband (euuh). I treated “him” with all my heart. I am looking forward to bartering for the second book. My most precious one with yours. :D

21 Facts About Me

1.    My name is Pertiwi Soraya.

2.    I once had almost be named Nurul.

3.    The real story behind my naming was finally revealed at the beginning of this year.

4.    Talking, revealing, explaining, and describing the details about myself to public is the most inconvenient thing for me to do.

5.    I am a Phlegmatic-Melancholic type of person and a Feeling-Extrovert (Fe) one. If you are not familiar with the terms, just simply Google it.

6.    I have got quite sensitive sense of smelling and listening.

7.    I am really observant.

8.    I can’t imagine to live a day peacefully without snacking

9.    I definitely dislike adult male cats because of their arrogance.

10.    3 Things which must be always there in my backpack are umbrella, purse and drinking bottle. (My backpack is just like home for them).

11.    I hate being ordered around about my duties, with an order sentence or sound like it, again and again.  Do that and I’ll ignore you forever.

12.    Being in crowded places makes me feel sick, and hearing bad language makes me hard to breathe.  

13.    Kittens, cats (except  adult male cats), baby chicken, baby birds, baby dogs, and  babies release my stress instantly.

14.    When I get many things in my head or whenever I feel distracted, I find cooking and cleaning up meditating me in a fun way.

15.    I enjoy taking pictures of people when they are themselves, especially smiling faces. And I hate being asked to take pictures which are full of fake smiling faces looking at the camera, especially my camera  --______--

16.    At the beginning, the purpose of my wearing jacket was because of the dust, but then I found it more comfortable wearing jacket than not wearing it due to the sun light. Since then, I hardly go outside without jacket.

17.    Ever since reading Dwilogi Diorama Sepasang Al-Banna , I seem  inspired to call my future husband with “Mas” no matter what tribe he is :’D.

18.    I like watching and I only watch movies or tv series whose genre I like. Mostly adventure, action, detective, romantic-comedy (but never comedy only or romance only) , sci-fi, and sometimes sport, musical, and thriller. I hate horror because it makes me tired and stressful. And I would never watch the show in drama only genre no matter how crazy I am about the actors or the actress. The same goes for reading.

19.    I feel irritated when people use my stuff without my permission. At least tell me that you did, because I do.

20.    I adore intelligent people, but I respect a well-mannered person more. And I am in love with those who have both. 

21.    I’ve got a theory of my own about love, which is “When you say or you think or you feel that you love something or someone, you must have many reasons to answer why. If you have no or limited reasons, you could be misunderstood love for lust”. And most people disagree with me. Maybe we just have different meaning of what is what. ^_^
21 Facts About Me
I have done listing 21 facts about me. Now I challenge Ririn Anindya (ririnanindya.com) and Sri Rahamadhani Harahap (haloiyik.blogspot.co.id). Suit yourself to write in in English or in bahasa.

How to finish the challenge.

1.    Write 21 facts about yourself in your blog (especially for my students, write in your instagram) with the title “21 Facts About Me”.

2.     After writing, screenshoot your blog post about 21 Facts about yourself and post it in your instagram. Use #21FactsAboutMe.

3.    Tag and mention your challenger and also 2 persons you want to challenge.

4.    You have 2 days to finish the challenge since you were mentioned.

5.    If you don’t take the challenge or finish it more than the given time, you will donate for charity in your own way.  

Mekanisme Tantangan.

1.    Tuliskan 21 fakta tentang dirimu di blog dengan judul 21 Facts About Me (khusus buat murid-murid saya, tulis di caption Instagram).

2.    Setelah dipublikasi, screenshoot postingan blogmu dan upload di instagram dengan menggunakan #21FactsAboutMe.

3.    Tag dan mention orang yang member tantangan padamu dan juga 2 orang yang akan kamu beri tantangan.

4.    Waktumu 2 hari untuk menyelesaikan tantangan ini sejak kamu dimention.

5.    Jika kamu tidak menyelesaikan tantangan atau menyelesesaikannya lebih dari tenggat waktu yang diberikan, kamu berjanji akan berinfaq dengan caramu sendiri.

Have fun ^_^.

Jalan-jalan ke Nurul Hayat

Emangnya Nurul Hayat itu tempat rekreasi ya?

 

Gak ada juga yang bilang kan kalau jalan-jalan itu harus ke tempat rekreasi ataupun tempat wisata?

 

Nah, jalan-jalan kali ini begitu spesial karena akhirnya saya jadi juga menyambangi tempat ini, Yayasan Nurul Hayat Medan.

Nurul Hayat merupakan sebuah yayasan yang bergerak dibidang zakat, sedekah dan aqiqah. (Setahu saya ya). Nah, jadi kalau mau bayar zakat, mau jadi donatur, atau mau mengaqiqahkan anak, bisa banget melalui Nurul Hayat. Info lengkapnya bisa langsung saja ke bagian humasnya ya. :D

Nah, jadi balik lagi ke cerita kita. Jalan-jalan ke nurul Hayat ini bukan dalam rangka ingin jadi donatur sih. Lebih tepatnya karena wifi nya. Lah?

Jadi ceritanya, bebrapa waktu lalu, si Reza ngajakin buat diskusi kecil mau bahas-bahas blog katanya. Lalu dia menawarkan lantai 2 Nurul Hayat (NH) sebagai tempatnya berhubung akses wifi-nya kencang.

Akhirnya beberapa FLPers yang bisa hadir ada Ririn, Fitrah, Reza dan saya sendiri.

Maka, kemarin, sabtu 12 November, jadilah kunjungan perdana saya ke NH itu pun diwujudkan.

Cuaca tak begitu panas dengan di sebagian langit cerah meskipun sdi sebagian lain awan mengandung mendung. Sekitar jam 1 siang saya pun berangkat dengan supir dan BK kendaraan yang berbeda dengan yang kemarin. Yups, karena kali ini saya naik angkot bernomor 46 yang akan melewati jalan setia budi. FYI, NH berlokasi di Jl. Ringroad yang tak ada angkot melintas di sana. Jadi sudah diantisaipasi kalau saya akan harus naik angkot dua kali dan pastinya akan pakai acara jalan kaki lagi menuju NH. :D

By the way, sebelumnya saya belum pernah benar-benar mengunjungi tempat yang berlokasi di Jl. Ringroad ini dengan sengaja dan sendiri pula, karena biasanya jika ke daerah ini, kalau tak dibonceng ya diberi tumpangan (sama aja kali ya bahasanya). Nah, jadi sebelum berangkat nge-google map dulu. Mencari jalanan terdekat dari lokasi yang dilewati angkot. Dan kelihatanlah ada Jl. Bunga Asoka.

Sebelumnya saya pernah punya riwayat sejarah dengan Jl. Bunga Asoka ini. apalagi kalau bukan sejarah kesasar yang disasarkan secara tidak sengaja oleh sang penunjuk jalan. Tak lain dan tak bukan sang penunjuk jalan itua adalah Kyo.

Waktu itu, sekitar sebulan lalu, kami terpilih sebagai peserta TFT Internet Baik dari Telkomsel. Lokasi TFT di LPMP di jl. Bunga Raya. Nah, Bagaimana tidak percaya, karena waktu itu si Kyo meyakinkan sekali ucapannya bahwa angkot 67 lewat depan LPMP. Jadilah saya menaiki si 67 dan sukses disasarkan hingga ke hampir ke pinang baris. Dan saya ingat sekali angkot 67 ini melintas di jalan Bunga Asoka. Ah, ternyata ini salah satu hikmah kesasar :D

Jadi setelah turun dari angkot 46 di depan Mawar Setia Budi, saya pun menunggu si 67. Ternyata Ririn dan Fitrah sudah sampai di NH. Kalau Reza gak usah ditanya. Telat? Ya enggak mungkin la, secara dia tiap hari ngetem di sana sedari pagi. :D

Si 67 pun tiba, dan saya pun naik. Memasuki jl. Bunga Asoka, ada panggilan masuk.

“Dimana, Kak?”

“Di Bunga Asoka. Ada yang bisa jeputkah?”

“Tenang Kak, ini kami gerak ke sana”

Assek, gak jadi jalan kaki :D.

Lima menit kemudian muncul Ririn. Loh, perasaan tadi pakai kata “kami” . Oh ternyata Reza muncul di belakangnya .

Berasa tuan putri. Yang jeput mesti dua kereta. Aha. Bukan kok. Ternyata mau sekalian beli bakso. Lebih tepatnya dibelikan dan dibayarkan. Alias ditraktir. Yeay.
Asli Dari Solo
Menunya banyyaaak :D

Jadilah kami singgah dulu ke Bakso Urat ADS (Asli Dari Solo) di jl. Bunga Asoka. Menunya tak hanya bakso, ada banyak menu lain seperti ayam penyet, tom yam, nasi goreng, capcay, gurami asam manis, kentang goreng, nasi goreng dll. Kalau kata abang-abang pramusajinya, rekomendasi menu utama yang dikedepankan adalah baksonya.

Tapi ya dasar tipe yang setia ini, kalau ke warung bakso manapun, walau katanya baksonya yang recommended, selagi ada menu mie ayam bakso, tetap mie ayam bakso yang dipesan. :D

“Bungkus ya, Bang”.

Dan memang meskipun tanpa bilang dipisahkan kuah dan mie nya, ternyata cara mengemasnya memang begitu, selalu di pisahkan antara mie, kuah, dan pernak-perniknya.

Lalu akhirnya kami (tepatnya SAYA) pun tiba di NH. Jadi ini toh tempatnya. Waktu pintunya dibuka dan saya masuk, aura keademannya menyergap. Adem AC nya :D. Tapi emang beneran adem kok.

“Kami ijin merusuh ya bang” Gumam saya sambil menaiki tangga ke lantai dua. Di sana ada Fitrah yang telah menggelar lapak dengan nyamannya. Begitu tiba langsung ambil mangkok. Yuhu, kamu lapar, kecuali Ririn yang sudah makan siang. Namun apa daya ketika alam bawah sadar generasi ini memang telah tersugesti; meski lapar, pamer tetap harus dikeduluankan. Ups, hanya pamer di grup saja, yang katanya no pics means hoax. Ampuni kami ya Rabb.
Bakso Ringroad
Kalau gak terkontaminasi efek pamer gak akan ada foto ini
Sembari makan, diskusi-diskusi kecil yang lompat-lompat pun berjalan.

Di lantai 2 NH ini, bisa dikatakan fasilitasnya untuk kami cukup lengkap. Wifi ada, ruangan lumayan luas, ada kamar mandi, ada perlengkapan masak, adem (padahal gak ada AC nya, hanya sebatang kipas angin), dan nyaman pastinya. Kurang apa lagi coba.

“Enak juga ni keknya kalau dijadikan sekret” Celutuk Fitrah.

Wedeee, baru dikasih wifi gratis sekali, trus mau ngasi proposal buat minta lapak.

“Itu namanya, dikasi wifi mintak sekret. Gak sopan” kata Ririn.

Selesai makan, bahasan mulai lebih fokus seputar blog. Sementara Ririn yang tak ikut makan sudah lebih dulu tenggelam pada deadline mendesainnya untuk flyer pengumuman grup tetangga. Sengaja tak diperjelas karena agak mengandung rahasia yang diketahui segelintir pihak. (Apasih).

Berdasarkan yang diajari oleh mentor ngeblog saya, yaitu Rudi Hartoyo, katanya pertama-tama pastikan domain blog itu mudah diingat, simpel dan gak ribet. Seperti saya dulu yang saya sendiri saja pun tak jarang terkilir lidah dan saraf otaknya untuk menyebutkan dan mengingat domain sendiri (hello-dr-owl.blogspot.com, ribet kan ya). Atau mau keren-kerenan pakai huruf besar huruf kecil atau berencana hurufnya diganti pakai anga-angka gitu, misalnya mangga.com jadi m4n99a.com. Aiiiii, gak usah deh. Bukannya keren, itu mah alay bin njelimet bin susah diingat.

Atau opsi lain dengan menggunakan nama sendiri. Oiya, sebaiknya semua nama akun sosmednya juga sama, jadi mudah diingat orang. Misalnya seperti punya saya, Nama akun Facebook: Pertiwi Soraya, twitter: @pertiwi_soraya, Instagram: @pertiwi_soraya dan blog: pertiwisoraya.com

Nah, setelah selesai dengan nama domain, selanjutnya cari dahulu template blog yang kamu suka. Template-nya wajib SEO friendly dan responsive. Ada 2 rekomendasi yang saya ingat, yaitu template dari Arlina Desain dan Mas Sugeng. Cari aja di Google.

Kalau sudah ketemu template yang nyaman, lanjutkan dengan edit templatenya. Buang aja fitur-fitur yang gak perlu seperti label, kalender, de el el yang sebenarnya hanya membuat penuh tampilan dan memberatkan blog saja.

Itu saja sih sebenarnya yang kami bahas kemarin.selanjutnya praktek deh.

Sekitar jam 5 Ririn pamit duluan karena ada yang mau dikejutkan, eh, maksudnya ada yang mau ditemui buat diberi kejutan. Saya termasuk yang suka untuk memberi kejutan, tapi kalau yang berhubungan dengan ultah, saya sudah memutuskan untuk pensiun muda :D. Gak mau ikutan dan gak mau ikut-ikutan. Gomennasai.

Diskusi dan workshop bertiga ini pun kami lanjutkan hingga selesai sholat magrib. Padahal hanya ganti template dan mengedit beberapa bagiannya saja sih, tapi sampai segitu lamanya. Mungkin pengaruh wifi yang bisa dibilang tak selancar yang kami bayangkan. Ternyata memang benar sih, kecepatan yang dilantai 2 jauh lebih lambat dibandingkan di lantai 1. Buktinya setelah magrib ketika kami semua di lantai 1 akses wifinya bisa dikatakan 3-4 kali lebih cepat. Berarti kami yang salah setting tempat. :D

Menjelang setengah delapan, kami pun beranjak pulang. Tapi ternyata saya masih belum diijinkan untuk pulang. Fitrah lalu diantarkan Mbak Marni hingga ke jalur yang ada angkot menuju Tanjung Morawa, sedang saya akhirnya resmi diculik NH untuk ikut serta undangan walimahan salah satu donatur NH ke Mabar. Aiii, jauh nian.

Setelah kembali dari mengantar Fitrah, Mbak Marni pun dengan senang hati membonceng saya. Jadilah kami berempat, Mbak Marni, Saya, Reza, dan Abang-abang yang saya tak yakin siapa namanya, berparade menuju Mabar. Sepanjang jalan saya ingat, sejak dari NH, Ringroad, hingga ke Mabar, jalanan kami adalah jalan yang lurus. Maksudnya tak ada belok-beloknya.:D Terus saja. Dan itu jauuuhhh. Barulah kami berbelok kanan ketika di simpang Kayu Putih. Dan gak ada pakai acara kesasar, padahal belum pernah ada yang ke rumah yang punya hajatan. Alhamdulillah.

Tiba di lokasi pesta, setelah mengisi buku tamu, kami bukannya mengambil piring, tapi langsung menuju kedua mempelai, salaman. Padahal waktu itu pengantinnya sedang diarahgayakan sama fotografernya. Tapi kami berhasil curi waktunya di sela-sela fotografernya mondar-mandir. Setelah itu barulah kami makan. Dan siap makan pulang :D Mengingat sudah malam dan perjalanan pulang masih jauuh.

Perjalanan pulang tak selurus perjalanan pergi. Kami berbelok beberapa kali. Melewati jalan Krakatau, Cemara lalu Pancing. Nah ternyata jalur cemara-pancing diambil karena dua lelaki teman seperjalanan kami ini akan mampir menghadiri pengajian di salah satu masjid di Jl. Bhayangkara yang katanya dimulai jam 10. Waa keren juga mereka ini, malam mingguannya pengajian. :D

Nah, tinggallah saya dan Mbak Marni. Beliau tinggal di Mandala. Tapi berbaik hati mengantarkan saya ke Hm. Yamin. Yeay. Jadi dari Pancing kami mengambil jalur Jl. Gurilla – Sentosa Baru – M. Yakub – Umar Ibrahim – Hm. Yamin. Dan taraa...sampailah saya di depan gang.

Sebuah jalan-jalan Sabtu yang luar biasa bagi saya. Tersadarkan oleh hikmah nyasar, hikmah silaturahim yang kadang terlupakan, nikmat berbagi sesuatu yang kita anggap biasa namun ternyata bermanfaat buat orang lain sehingga sering diabaikan untuk tak dilakukan,  rejeki yang tak disangka-sangka dari mana datangnya, dan kemudahan-kemudahan yang sering lupa untuk disukuri. Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimus shalihat.

Terima kasih banyak-banyak Mbak Marni, untuk tumpangan yang nyaman dan diantarkan pula lagi. Terima kasih banyak-banyak juga Reza untuk traktirannya, dan terimakasih banyak-banyak juga buat Abang yang saya tak yakin siapa namanya. Semoga kalian dilimpahkan kesehatan, kemudahan rezeki, dan disegerakan jodohnya. Khusus buat Reza, redaksi yang ketiga diubah menjadi semoga dihilangkan galau-galau meilih calaon istri yang akan diproses itu biar tak lama-lama dan tak ada acara gantung-menggantung. Amin.


Blogger Medan Membunuhmu Pelan-Pelan

Mirip dengan tag line peringatan pada iklan rokok ya. Mengenai rokok tak perlu disangsikan lagi efeknya. Ia memang benar pembunuh. Tak perlu menjadi perokok untuk memastikan benar-tidaknya. Fakta-fakta mondar-mandir di sekiling kita. Baik informasi, hasil penelitian, korbannya, maupun pengakuan dari para perokok itu sendiri, baik aktif maupun pasif.

Nah, sama halnya dengan Blogger Medan ini. Percayakah kamu dengan pernyataan yang menjadi judul tulisan saya ini bahwa “Blogger Medan Membunuhmu Pelan-pelan”? Kamu harus percaya, karena ini adalah pengakuan dari anggota Blogger Medan (Blog-M) sendiri, yaitu saya. ID Card ini buktinya kalau kamu menganggap saya mengaku-ngaku sebagai anggotanya.

Baiklah, saya akan kemukakan fakta-fakta hasil temuan saya setelah hampir setahun bergabung dengan Blog-M. Jika kamu ikut bergabung, Blogger Medan setidaknya membunuh 3 hal dari dirimu pelan-pelan.

Blogger Medan Membunuh Kegaptekanmu Pelan-pelan


Tahukah kamu, setiap personil Blog-M pasti punya minimal satu buah blog yang dipeliharanya. Banyak juga yang memiliki lebih. Sebagian malah menernakkannya. Mereka-mereka ini sayangnya suka sekali berbagi ilmu dan pengalamannya pada anggota Blog-M lainnya. Jadi, mau tak mau, suka tak suka, anggota Blog-M lainnya jadi belajar cara mengoptimasikan blog mereka masing-masing.
Dokumentasi oleh Blogger Medan

Jadilah yang tak mengerti atau tak pernah dengar sama sekali apa itu SEO (Search Engine Optimization) pun jadi mulai menerapkan teknik-teknik dasarnya pada blog mereka.

Jadilah mereka yang mengaku blogger dan suka dengan tampilan blog yang meriah seperti badut-badut beterbangan, pohon yang dedaunannya menari-nari, atau penampakan yang terlihat wow pada blognya, perlahan-lahan berinisiatif untuk menggnati template blognya dengan template yang Google friendly dan responsive.

Jadilah mereka yang alergi dengan bahasa pengkodean HTML mau tak mau harus ambil pusing belajar kulit-kulitnya demi mengotak-atik template blognya.

Jadilah mereka yang tak familiar dengan DA dan PA mulai belajar tips-tips agar DA dan PA nya naik.

Ketika kamu menyadarinya, kamu sudah terlambat, karena kegaptekanmu telah dibunuh oleh Blogger Medan perlan-pelan.

Blogger Medan Membunuh Kekudetanmu Pelan-pelan


Tahukah kamu, setiap bulan Blogger Medan selalu menjalankan teror eksistensinya dengan DURIAN-nya? DURIAN yang merupakan singkatan dari Diskusi Ringan Anak Medan ini di adakan di tempat yang berbeda tiap bulannya. Biasanya mereka menginvasi satu cafe, tempat makan, atau tempat yang asik buat nongkrong.

Kamu harus berhati-hati jika kamu adalah jenis pelajar atau mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang, kamu bakal terhipnotis sehingga kamu merasa tertarik dan mau datang menyambangi lokasi DURIAN di manapun ia diadakan.

Jadilah kamu tahu tempat-tempat nongkrong yang asik. Jadilah kamu tahu aneka jenis rasa nasi goreng yang merupakan salah satu makanan yang sering kamu pesan.
Dokumentasi oleh Blogger Medan

Jadilah kamu yang awalnya hanya tahu rasa kopi tubruk, kopi susu dan kopi sachet berasa-rasa, kamu jadi tahu ada rasa kopi lainnya karena teman duduk sekitarmu pesan Sanger, Cappuccino, Moccacino, Americano, yang meski namanya sama namun beda rasanya dengan yang biasa kamu beli sachet-annya.

Jadilah kamu tahu bentuk, rasa, dan cara menikmati menu yang tak pernah kamu pesan sebelumnya. Seperti ketika DURIAN diadakan di Ricco Pasta. Kamu akhirnya mencicipi aneka rasa pasta karena mencomot dari kanan, kiri dan depanmu yang memesan pasta yang berbeda denganmu. Rasanya tentu berbeda dengan pasta yang pernah ada di supermarket, pasta siap saji.

Ketika kamu menyadarinya, kamu sudah terlambat, karena kekudetanmu telah dibunuh oleh Blogger Medan pelan-pelan

Blogger Medan Membunuh Ke-introvert-anmu Pelan-pelan


Tahukah kamu, ada banyak undangan kegiatan untuk Blogger Medan tiap waktunya? Baik undangan dari komunitas lain, pelaku bisnis, perusahaan, perbankan, sampai instansi pemerintah.

Kamu harus waspada jika kamu adalah seorang introvert yang suka menyendiri dan berkomunikasi dengan yang itu-itu saja. Karena akan ada banyak wajah baru tiap kali kamu menghadiri undangan-undangan tersebut. Dan wajah-wajah baru itu akan sering kamu temui kembali pada undangan-undangan yang lain.

Jadilah kamu mau-tak mau tersenyum. Jadilah kamu lalu berkenalan. Jadilah kamu kemudian beramah-tamah. Jadilah kamu berinteraksi di dunia maya, blogwalking, atau sekedar mention di Instagram.

Jadilah kamu berkenalan di dunia maya dengan temannya, lalu berteman dengan temannya dan bertemu di dunia nyata sebagai teman jalan-jalan. Dan sebelum kamu menyadarinya, ia telah jadi teman curhat.

Ketika kamu menyadarinya, kamu sudah terlambat, karena ke-introvert-anmu telah dibunuh oleh Blogger Medan pelan-pelan.

Blogger Medan membunuhmu pelan-pelan dalam banyak hal sebenarnya. Namun 3 hal yang saya jelaskan di atas adalah hal-hal utama yang benar-benar dibunuh oleh Blog-M. Inilah sebuah pengakuan dari seorang anggotanya. Jadi, jika kamu berniat untuk bergabung dengan Blogger Medan, sebaiknya berpikirlah dengan cerdas.

Saran saya, jika kamu tidak mau 3 hal (kegaptekan, kekudetan, dn keintrovert-an) dalam dirimu terbunuh, seabaiknya jauh-jauh dari Blogger Medan.

Lalu, masih beranikah kamu untuk bergabung dengan Blogger Medan?

Tulisan ini diikutsertakan dalam #BlogMKeroyokanSeptember.

Me and Manusia Dewasa

Terkadang manusia lupa telah pernah mengalami dan menjalani suatu peristiwa. Ada yang langsung tersadar ia mengulang masa lalu, ada juga yang menganggapnya déjà vu.


Namun, semakin dewasanya manusia, ia akan lebih berpkir dan menimbang nilai suatu rasa. Ia yang awalnya lebih memilih pada kuantitas mulai beralih pada kualitas. Ia yang dulunya amat pehhitungan dengan yang sedikit, berevolusi menjadi lebih mengutamakan kenyamanan meskin harus sedikit berkorban.

Di lain sisi, mereka yang memulai untuk membangun suatu usaha menjunjung tinggi kualitas yang mereka miliki. Bermaksud untuk menjerat pelanggan berloyalitas tinggi. Dan dari mulut ke mulut, keharuman imagenya terbangun. Hingga bertemulah mereka dengan mereka yang telah berlabel dewasa tadi.

Namun sifat alami manusia yang yang selalu berduet dengan nafsu, tak jarang partner duetnya yang mendominasi. Apalagi ketika ia terlena dengan segala kemudahan dan nikmat yang ia dapat.

Karena nama yang telah ia sandang, kadang timbul sedikit rasa cumawa. Hingga sekali tercermin dari perbuatannya. Yah, ia mengendurkan standard yang ia punya, dengan harapan bahwa para pelanggannya tak akan menyadarinya. Atau kalaupun ada yang menyadarinya, hal itu takkan berpengaruh pada pendapatannya. Toh ia sudah punya nama. Yang lain takkan percaya.
Manusia
Manusia Dewasa itu Kamu?
Yang ia lupa adalah Ia dulu juga pernah berada pada posisi sebalikknya. Dia mana ia akan lari dan berikrar takakan pernah kembali lagi. Ia lakukan hal itu ketika ia berlabel sebagai manusia dewasa. Dan entah ia lupa atau tak ingat atau malah tak sadar lagi bahwa pelanggannya adalah para manusia dewasa.

Ia mungkin belum menyadari apa yang terjadi. Karena para pelanggan terus saja berdatangan. Yang ia tak tahu adalah mereka yang datang kebanyakan adalah bukan mereka yang datang kembali. Mereka adalah para pendatang baru yang mengenalnya karena nama dan reputasinya.

Ia masih belum tahu bahwa mereka ini tak kan pernah naik kelas menjadi pelanggan tetapnya. Ia masih belum sadar bahwa ia telah kehilangan para pelanggan setianya. Pelanggan setia yang telah ia buat kecewa. Ya, mereka adalah para manusia dewasa yang membutanya punya nama.

Me and Angkot

Tinggal di Medan namun gak pernah naik angkot? Ada. Tinggal di Medan tapi tak pernah lihat angkot? Pasti Ia tinggalnya di “medan” perang. Yang dilihat motor tank :D
Angkot Medan
Jurusan mana yang merah-merah itu coba? ^_^

Medan tanpa angkot rasanya tak mungkin. Malah Medan kerap dengan cerita angkot yang ugal-ugalan. Kebut-kebutan sesama angkot yang bernomor sama dalam mencari penumpang. Pembalap yang menguasai jalanan. Tak hanya jalan raya bahkan trotoar. Selama masih mungin untuk dilewati maka jalanan angkotlah itu.

Mungkin pernah mendengar celutukan ini, “Kalau sedang di jalan raya, hanya tuhan dan supir angkotlah yang tahu kapan angkot di depan kita akan menepi”. Di Medan, praktek pemandangan begini mah sudah biasa. Yah, benginilah memang wajah perangkotan Medan ini.

Rambu-rambu lalu lintas sering tak mampu mematuhkan para supir angkot untuk menjadi pengemudi yang baik berlalu lintas. Namun adanya polisi yang berdiri di pinggir trotoar saja akan mengubah para sopir menjadi jinak. (Sebenarnya seluruh pengendara bermotor sih :D)

Walaupun begitu, tak jarang pula karena ugal-ugalan dan kebut-kebutannya itu, saya malah jadi bisa tiba tepat waktu saat telat keluar dari rumah, tiba lebih cepat di tujuan dari pada jika naik motor, sampai juga sering jadi tak berpanas ria bermacet-macetan di jalan karena sang supir lihai meliuk di trotoar dan piawai menjajah pejalan kaki, bahkan melewati gang-gang kecil hingga mendapatkan serapah dari ibu-ibu yang sedang ngerumpi di pinggiran gang. Ah, sebagai penumpang saya juga merasa bersalah, namun ya bagaimana lagi.

Selain sensasi adrenalin saat di jalanan, angkot Medan juga menawarkan sensasi kortisol, yaitu stress. Seperti ketika sang supir mendesak-desakkan penumpang, penumpang yang seolah-olah menduduki harta karun hingga tak mau bergeser, penumpang yang merokok secara tak tahu diri (yang gak mau menelan asap rokoknya sendiri), sampai penumpang yang senang didesak-desakkan. -_-

So, siapa yang belum pernah naik angkot di Medan ini? Atau jangan-jangan kamu adalah angkoter sejati? Seperti saya yang kemana-mana pasti diantar sopir. Tiap hari ganti-ganti  sopir dan kendaraannya :D

Nah, bagi kamu yang akan memulai atau sedang menjalani kehidupan sebagai angkoter Medan, ada beberapa tips untuk memaksimalkan kenyamanan saat berangkot ria versi saya.

Ketika di dalam angkot

Duduk paling ujung

Memang tak selamanya, namun bisa dikatakan 90 % dari pengalaman saya, duduk paling ujung lebih nyaman ketimbang duduk di dekat pintu ataupun di tengah-tengah meskipun angkot sedang kosong. Karena posisi ujung membebaskan kita dari harus bergeser ketika ada penumpang lain dan angkot semakin penuh. Kita juga bisa bersandar menikmati perjalanan. Apalagi jika jarak tempuh lumayan jauh.

Selain itu, jika ada penumpang yang merokok, akan lebih kecil volume asap rokoknya yang mengenai kita selama angkot berjalan.
(Posisi duduk ini tidak di rekomendasikan ketika ada ban serep).

Duduk di belakang sopir

Posisi ini juga termasuk aman dari keharusan untuk menggeser atau terpasa bergeser. Namun jika sang sopir merokok maka tidak direkomendasikan. Dan juga tidak direkomendasikan jika ada penumpang yang merokok di bangku tengah atau dekan pintu. Karena asap rokok akan menyerbu kita dengan volume yang besar. Sebaiknya duduk lebih ke belakang dan paling jauh dari si perokok. Karena saat angkot berjalan, aliran udara bergerak dari belakang ke depan bukan sebaliknya.

Menghindari asap rokok dengan pendekatan frontal

Posisi duduk di atas memang bisa mengurangi volume asap yang menerpa kita. Namun untuk menghindari asap rokok dengan sebenar-benarnya, kenapa tidak mencoba pendekatan frontal. Maksudnya dengan langsung menyapa si perokok. Mungkin redaksi pengaturan ini bisa dicoba. “Maaf bang, bisa tolong rokoknya dimatikan? Saya ada gangguan pernafasan. Maaf ya Bang. Gak apa kan Bang”. Disampaikan dengan intonasi lambat dengan wajah senyum manis. “Makasih banyak Bang”. Insyaallah berhasil deh :D

Letakkan tas di samping

Kebanyakan penumpang akan meletakkan tasnya di pangkuan atau memeluk tasnya ketika duduk. Saya biasanya meletakkan tas di samping terutama ketika duduk di belakang supir. Tujuannya sih untuk menghindari penumpang yang suka didesak-deakkan. Karena biasanya kecendrugan penumpang pria lebih tinggi untuk mengambi posisi duduk di ujung belakang, dekat pintu dan di belakang sopir.

Ketika menunggu angkot

Nunggu angkot gak harus di Halte ^_^

Hindari genangan air

Jauh-jauhlah dari genangan air baik banyak ataupun hanya sedikit saat menunggu angkot. Bukan tak jarang ada angkot yang mungkin sedang ngebut ataupun sedang iseng atau tak sengaja melewati genangan air sehingga akan kita terkena cipratannya. Apalagi jika keadaan sedang atau baru saja hujan. Beware of water.

Teliti memilih

Ketika sedang atau bakal telat, tak jarang angkot yang muncul lebih dahulu akan kita serbu. Nah, ketika kita sedang butuh angkot yang cepat (baca: ugal-ugalan) eh, kita malah terjebak dalam angkot berkecepatan siput. Kortisol pun merajalela, karena pikiran stress.

Meskipun ingin segera namun kepala harus tetap dingin. Baiknya kita teliti sebelum menyetop angkot. Jangan terburu-buru memanggilnya. Dari jauh kita bisa perhatikan tingkat kecepatannya mendekati kita. Jika kecepatannya lambat baiknya biarkan saja. Tunggu yang selanjutnya. Namun ini hanya untuk angkot yang lalu lintasnya banyak lho ya. Jika angkot ini temasuk daftar yang langka, ya terima sajalah :D

Say No

Mengatakan tidak sering kali sulit. Namun jika berniat tidak menyesal kemudian, mengatakan tidak adalah solusinya. Bayak supir yang akan menghentikan angkotnya ketika kita menyetopnya, tapi di dalamnya ternyata sudah penuh, bahkan mungkin berdesakan. Jika tak ingin menyesal, tanyakan pada penumpangnya “Masih bisa, Bu?” Jangan tanya pada supirnya. Kalau Si ibu kelihatan bersungut-sungut, baiknya tunggu yang berikutnya.

Nah, itu dia beberapa tips ala saya yang telah malang melintang di dunia perangkoteran Medan. Semoga bermanfaat.

5th Anniversary Cerita Medan
wall art nya keren ^_^
By the way, tulisan ini diikutsertakan untuk meramaikan #BlogContestCeritaMedan dalam rangka perayaan #5thAnniversaryCeritaMedan. Karena belum jadi-jadi buat mampir ke kantornya Cerita Medan, kali aja bisa ikutan candle light dinnernya. :D

oiya, akun IG Cerita Medan termasuk salah satu yang notifikasiya saya hidupkan. Jadi tiap kali posting akan muncul notifikasinya.  Soalnya tak mau ketinggalan dengan info-info terbaru seputar Medan dan kegiatan komunitasnya :D (Sama sekali bukan kode)
5th Anniversary Cerita Medan
Lomba menghitung: Cokelatnya ada berapa potong?
So, finally, Happy 5th Anniversary Cerita Medan. Semoga semakin sukses mengembangkan sayapnya sebagai kiblat cerita tentang Medan. Dan semoga tambahan umurnya selalu memberikan tak hanya citra positif bagi kota Medan tercinta namun juga perubahan karakter masyarakat kita :D. Amin.
Yang belum ikutan, yuk ramaikan salah satu event Medan yang kece ini. Kali aja bisa ketemuan pada Candle Light Dinner nya Cerita Medan :D

Me and Cats

Jika dikatakan sebagai cat lover alias pecinta kucing, saya tak berhak menyebut diri atau menyandang gelar itu.


Saya suka kucing, lebih tepatnya mengagumi kucing. Pecinta kucing? Apalagi ditambah kata sejati...saya tidak sampai pada tingkat demikian. Memelihara seekor anak kucing terlantar, mungkin masih akan saya lakukan. Namun anak-anak kucing terlantar, saya akan pikir beberapa kali dengan hasilnya kemudian adalah tidak.

Ada banyak pertimbangan untuk tidak. Yang paling dasar adalah karena saya tidak tinggal di rumah sendiri dan tidak sendirian, alias nge-kos. Kedua kalau pun tinggal di rumah sendiri (rumah orang tua maksudnya), terakhir kali saya cek di rumah sudah ada 3 ekor kucing :D. Ketiga, seumur-umur belum pernah merawat anak kucing yang tak ada ibunya.

Sejauh ini kalau induk kucing di rumah melahirkan, ibunya bertanggung jawab pada anak-anaknya. Menyusui bayi-bayinya, merawat dan menjaga mereka. Jadi ya bisa dikatakan saya tak pernah merawat anak kucing. Karena lebih tepatnya saya adalah pengamat induk kucing yang merawat anaknya. :D.
Induk dan anak kucing
Emaknya lagi natar si anak supaya murah senyum ^_^
Pernah sih kata Ibu, di rumah induk kucing yang lain melahirkan. Lalu si induknya menelantarkan anaknya begitu saja. Tak mau menyusui bayi-bayinya bahkan. Akhirnya nasib para bayi kucing itu tak diketahui rimbanya. Dan pada saat kejadian itu, saya lagi merantau di negeri orang :’(.

Nah, balik lagi pada status saya sebagai pengagum kucing. Bagi saya, kucing bisa memberikan efek yang sama seperti ketika orang makan cokelat atau es krim. (Bukan berarti kucingnya dimakan ya). Maksud saya, kucing memiliki efek sebagai mood booster. Penghilang stress seketika. Hal yang sama seperti ketika melihat bayi. :D. Huaaa...Bawaannya senyum-senyum sendiri. Mau dikatai gila juga bodo amat. Namanya juga kena dopamine. Efeknya ya bahagia :D.

Meskipun begitu, tak semua kucing mampu memberikan efek bahagia yang sama. Misalnya saja, ketika saya sedang berjalan kaki. Lalu terlihat ada seekor kucing. Ada karakteristik yang dimiliki atau tak dimiliki kucing tersebut yang akan membuat saya tertarik mengamatinya berlama-lama. Bahkan mungkin menghampirinya. Sesuatu yang masih belum bisa saya jelaskan seperti apa karakteristik yang menarik tersebut.
anak kucing
Ini termasuk kategori yang menarik perhatian
Mungkin lebih kepada bentuk dan proporsi wajahnya. Ada sebagian bentuk mata dan pola warna bola mata yang jika saya memandangnya tidak akan menghasilkan dopamine. Malah cenderung sebaliknya. Memandangnya malah merasa dan mendapatkan aura tak suka, defensive, garang, pengganggu, jahat, bahkan sombong. Intinya mereka jadi tidak terlihat menggemaskan sama sekali.

Kebanyakan saya menemui tipe kucing yang tak membawa efek bahagia ini pada kucing dewasa. Khusunya kucing jantan dewasa. Berjumpa dengan mereka rasanya benar-benar menyebalkan. Sombongnya minta ampun. Apalagi dengan gaya berjalannya yang khas. Gaya berjalan mereka seperti merasa merekalah yang paling hebat, merasa seolah-olah tubuh mereka seperti singa. Angkuh. Arrghhh...sungguh menyebalkan.

Selain gaya jalannya yang memuakkan itu, satu lagi hal yang tak saya sukai dari  mereka adalah perilakunya yang tak senonoh, yaitu suka pipis sembarangan. Memang sih itu adalah cara memreka menandai daerahnya. Tapi kok ya bisa-bisanya ketika salah satu dari mereka kepergok sedang berjalan-jalan mengunjungi lorong kos-an dan saya mengusirnya, dengan mengejutkannya, sempat-sempatnya ia meninggalkan tandanya padahal saya sedang mengejarnya. Grrhhh.

Jaraaang sekali bisa menjumpai kucing jantan dewasa yang down to earth. Ketika dipanggil akan memperhatikan. Dan punya sopan santun yang baik. (Kucing yang tinggal di  Kraton Jogja apa sopan santunnya baik juga kah?) Bisa dikatakan seribu satu. Dan dari seribu itu, satunya akhirnya pernah saya jumpai. Kucing jantannya Kyo. Sakti namanya. Awalnya saya pikir Sakti adalah betina karena gaya berjalannya tak sombong. Namun setelah diperhatikan seksama ia memang memiliki karisma berjalan ala kucing jantan. Baru kali itu kucing jantan yang saya panggil merespon dengan sopan. Biasanya perlu digertak agar mau merespon. Itu pun responnya ampun dah :D

Selain kucing jantan, jenis kucing yang tak saya sukai adalah kucing yang tak kelihatan bulunya. Seperti pada kucing khas Mesir atau dikenal dengan Sphinx. Ia terlihat seperti hanya memiliki kulit saya dengan telinga runcing. Aiii...seram rasanya.
Sphinx cat
(catloversblogs.blogspot.com) Seram kan...

Nah, dari semua jenis-jenis kucing, baik yang berbulu lebat panjang seperti kucing-kucing Persia dan Anggora, maupun yang seperti basa kita lihat (kalau kata orang kucing kampung), saya paling suka dengan anak kucingnya..ahaha. (kecuali yang tipe kucing Mesir tadi ya).  Kalau yang namanya anak kucing, melihatnya itu aaa...melayang-layang rasanya. Apalagi kalau bertemu yang tipenya benar-benar menggemaskan. Mulut mereka yang imut-imut, matanya yang tak terkatakan, bulu-bulunya yang awut-awutan seperti baru bangun tidur, dan kepalanya yang akan bergerak mengikuti gerakan jari tangan. Huaaa...Meleleh rasanya. :D
Kucing mengantuk
Habis makan kue dia pun terkantuk :D
Tapi ternyata memang benar, kittens atau anak kucing merupakan salah satu dari kata kunci yang paling banyak dicari di google. Dan saya juga pernah membaca disalah satu (lupa) entah novel atau internet, yang intinya adalah orang-orang lebih banyak menghabiskan waktunya tanpa disadari untuk membuka-buka hal yang tak penting di internet, dan salah satunya adalah melihat foto kucing-kucing lucu. Hmm...kalau buat wanita mungkin benar, tapi kalau buat pria???

Me and Camera

Kamera. Saya menyebutnya sebagai teman baik.


Teman baik dalam arti “penolong”.  Kami sangat baik ketika disandingkan berdua. Yah, berdua saja. Berdua menatap arah yang sama. Namun sebaiknya  kami  tidak dihadapkan untuk menatap satu sama lain. Karena saat itu kami ogah dan jengah.

Kamera merupakan sang penolong bagi saya ketika harus melihat dalam jarak jauh. Ia membantu menjernihkan wajah yang kabur di mata saya, enjelaskan tulisan-tulisan nun beberapa meter di hadapan mata. Maklum, saya tak begitu bersahabat dengan kaca mata, terlebih lagi lensa kontak.  Jadi kalau ada yang bilang “Kakak itu cuek kali ya. Lewat gak mau lihat apalagi nyapa” itu sudah biasa.

Ada kalanya wajah orang baru akan terlihat jelas dalam jarak pandang 5 meter. Ketika di jalanan, kalau kamu wanita mungkin masih akan diperhatikan wajahnya, tapi kalau kamunya dari jauh berwujud bukan wanita, aha, maaf ya, kamu pastinya akan di plengosin (apa sih bahasa Indonesia yang baik dan benarnya, diabaikan kali ya). Kecuali jika saya memang sedang mencari kamu :D.

NIkkon
And there you are.
Nah, Si kamera saya ini, Nikki namanya, benar-benar membantu sekali untuk memukanmu dari jarak jauh. (kok terdengar agak-akgak gimana gitu ya). Tak jarang ia mengorbankan dirinya digunakan hanya untuk mengeker, bukan untuk memotret.

Melalui matanya, saya dapat menemukan wajah, mata dan emosimu. Jadi Nikki adalah mata ketiga buat saya. (Karena yang pertama adalah sepasang mata yang diberkan Allah, dan mata kedua adalah “feeling” – yang ini masih perlu dioptimalkan lagi. Sabar menanti paparan tentang Si “feeling” ini ya :D) Begitu kira-kira.

Selain sebagai penolong, Nikki juga sering membuat saya bahagia. Membekukan momen-momen tertentu melalui dirinya menjadi kesenangan tersendiri. Menangkap beragam ekspresi mikro pada manusia dan mahkluk bergerak selalu saja mampu memompa banyak endorpin.

Melakukan eksperimen bersamanya tak mesti diajak bicara ketika lagi tak mood untuk bicara. Ia rela didesak-desakkan dengan isi ransel ketika saya tak membawa tas khususnya. Ia juga tak rewel ketika bukan saya yang berengkrama dengannya.

Namun akhir-akhir ini saya cukup was-was dibuatnya. Lebih-lebih jika mengingat perlakuan saya terhadapnya. Kalau diingat-ingat ia memang tak pernah menerima perlakuan yang istimewa. Membawanya ke tempat servis misalnya. Membersihknannya saja tak teratur. Hmm...muncul rasa bersalah yang bertambah-tambah. Jadi belakangan, terkadang ia seperti menolak untuk diajak bereksperimen ini dan itu. Mungkin ia lelah.

Pernah suatu hari, Nikki baik-baik saja. Kerjasamanya juga baik sekali sejak pagi saya membawanya. Lalu seorang teman meminjamnya sebentar. Tak sampai 2 menit ia pun kembali ke tangan saya. Dan ketika saya akan mengambil sebuah momen lewat lensanya, hasilnya tak seperti yang saya harapkan. Blur. Berulang kali saya coba ia tak menunjukkan respon yang biasa ia lakukan. Jiwanya seakan menghilang dari raganya. Ia beroperasi sebagai layaknya kamera, namun tidak dengan hasilnya, tak peduli seberapa banyak pengaturan telah saya coba.
Nikon
You and I looking at the same direction

Hingga malam tiba, Nikki tak menunjukkan adanya perbaikan. Biasaya jika ia merajuk , ia akan kembali seperti semula setelah seharian didiamkan, diberikan waktu me time nya. Namun tidak hari itu. Saya pun hampir putus asa. mendadang ada rasa panas di bola mata. “Baiklah, besok kita akan menyervismu.” Pikir saya.

Setelah Niki dibersihkan, dan siap dikembalikan ke rumahnya, mata saya tertuju pada suatu bagian di samping lensanya. Sebuah tombol. A dan M. “Ah jangan-jangan...” belum sempat terbahasakan pikiran yang terlintas, tangan telah lebih dulu menukar tombol itu dari M ke A, dan lalu mencobanya.

Subhanallah...ternyata saya memang tak tahu apa-apa tentang dirimu. Padahal telah lewat 18 bulan kebersamaan kita. Ternyata saya memang hanya melihat dari sudut pandang kebahagiaan saya sendiri, tanpa benar-benar memperhatikan ataupun meperdulikanmu. Cinta yang disebut-sebut itu ternyata hanyalah kata dan perasaan sebelah pihak saja.

Maafkan daku wahai kameraku. Maafkan ketololan dan ketidaktahuanku akan apa-apa yang ada pada dirimu dan yang mampu kau lakukan. Maaf karena telah menganggapmu rusak. Padahal temanku yang meminjammu tadi hanya menggeser tombol auto-mu menjadi manual.

Gomennne Nikki.

Balada Kue Nastar



Akan tiba masa di mana sesuatu yang bahkan untuk menyentuhnya saja ogah, akan menjadi sesuatu yang paling dicari dan dinikmati senikmat-nikmatnya.

Seperti halnya kue nastar ini. selagi di rumah, setoples tinggi kue nastar ini tak diterge. Melihatnya saja sekilas pun menerbitkan rasa eneg untuk menyantap panganan lainnya. Namun, pengalaman berbicara. Hukum alam ini selalu berulang. Setidaknya bagi saya dan keluarga. 

Ibu memutuskan untuk memasukkan sepelastik kue nastar dalam kotak keripik yang akan saya bawa ke Medan. “Percaya lah, pasti enak ini nanti rasanya” ujarnya. Yah, cukup sadar dengan kebenaran kata-katanya itu. Namun untuk memasukkannya sebagai daftar barang bawaan kok rasanya enggak banget. Namun ibu rela membungkuskannya dengan cantik dan meletakkannya di dalam kotak.

Dan taraa....malam ini adalah masa itu. Malam di mana gigi sudah lelah mengunyah keripik pisang, tak sengaja terlihat bungkusan kue nastar yang enggak banget itu. Namun rasanya memang jadi luar biasa enak. Padahal tak ada yang berubah dari rasa sebenarnya. Rasanya ya tetap sama seperti segigit di hari pertama lebaran, di mana kuputuskan untuk tak menelan segigit itu.

Karena nastar bukanlah seperti dodol yang mengalami peubahan rasa seiring bertambahnya waktu. Namun di lain sisi, ada sebuah rasa yang memang berbeda yang membuat nastar ini, kue lebaran yang sebelumya membuat sensai eneg, kini terasa begitu memabukkan.
 
kue Nastar
Jangan sampai kalap melalap nastar.
Lalu, apakah sebuah rasa itu? Rindu mungkin? Atau bukan sebuah rasa itu saja yang menjadi biang keroknya. Kembalinya menyandang status “merantau” menjadikan suatu rasa menjadi berbeda. Ah, perasaan memang mudah berubah-ubah. Seperti hati yang mudah berbolak-balik. Maka mintalah sang maha pembolak-balik hati utuk menetapkan hati pada agama-Nya. Karena hati terletak pada jari- jemari-Nya.

Lalu hubungannya dengan kue nastar? 

Jangan lupa bersukur atas semua nikmat yang ada. Karena akan bertambah nikmat jika disukuri. Bukankah nastarmu jadi terasa lebih nikmat? Padahal sebelumnya ogah untuk menyantapnya. Siapa tahu setelah ini akan mendarat nikmat-nikmat lainnya entah dari mana. Sesuatu yang telah lama diidam-idamkan. Entah itu makanan, traktiran, kebahagian, teman, kejutan, keberuntungan, atau bahkan Mas itu. ^_^’’

Ah, sudah lah. Kue nastar ini tak hanya sekedar nikmat saja sepertinya. Tapi juga memabukkan. Hingga penikmatnya pun ikut mabuk pikirannya. Itadakimasu ^_^

Apa kamu juga suka Kue Nastar?

Karena Bahagia itu Menular


 Bahagia kami sederhana.

Lagi kelaparan tengah malam, ada tetangga yang dengan senang hati mau ngolah tepung jadi camilan mengenyangkan.

Mau masak sambal, kekurangan bawang putih, ada tetangga yang yang nyetok buanyak.

Lagi masak kehabisan gas, ada tetangga yang  pakai  tabung gas biru.

Lagi gak ada uang buat jajan, ada tetangga yang ngajak traktiran.

Coretan Kala Galau III (Edisi Sakitnya Berbagi)

Biasanya yang namananya berbagi itu berakhir dengan indah. Iyakan? Tapi tidak untuk kali ini.
Pernahkah Anda menjadi anak kos? Atau anda menyandang status itu sekarang?

Nah, ini adalah kisah anak-anak kos yang sedang menjalani  masa paceklik dengan segala dilema keuangan dan emosi jiwa.  Selamat membaca dan berimajinasi.

Pada suatu hari yang sangat miskin, kami akhirnya memutuskan untuk berbelanja bahan makanan untuk stok selama 1 minggu kedepan. Menggunakan sisa-sisa pundi simpanan. Di akhir bulan seperti ini, kami memutuskan untuk memasak gulai ikan.  Dengan budget seadanya, akhirnya terbelilah 3 ekor ikan seharga Rp. 15.000,-. Masing-masing ikan dipotong jadi 4 bagian. Biar banyak...Sahaha.

Jadi biarpun uang tak lagi bisa dikatakan uang, makanan harus tetap di jaga bro. Soalnya kalau sampai sakit bisa bahaya bro. Mau dari mana budget untuk menebus ini itu. sudah tak ada uang, sakit pulak...wkkk...bisa-bisa langsung pulang kampung ke kampung akhirat. Belum siap adek bang...dosa betumpuk, amalan masih minim.

Nah, kembali lagi,
Dan taraaa...gulai ikan pun selesai. Prinsip kami, jadi anak kos itu wajib irit, tapi jangan pelit-pelit. Kalau mau berkah, maka bagi-bagilah. (well, bukan prinsip yang kami buat sih sepertinya, lebih tepatnya memang sudah seperti itu prakteknya ketika kami bertiga bertemu. Yaa...sukur dah, punya pemikiran yang sama akan hal berbagi).

Si gulai ikan yang seadanya itu pun kami comot 2 potong untuk diantarkan  ke tetangga sebelah. Ada 2 personil di kamar sebelah. Yang satu, Si Bunga memang tak begitu suka olahan makanan berkuah santan. Jadi ya biarlah si Bika yang menghabiskannya. (Untuk kisah si Bunga dan si Bika sila cek di sini dan di sini

Sesampainya di rumah tetangga, gulai ikan pun langsung kami letak di tudung saji. Dengan pesan,
“Ini ada ikan gule. Habiskan ya...”

Dan kami pun kembali ke markas. Makan bro. Lapar. Nikmat nian santapan malam itu.

Nah, keesokan harinya, si tetangga, Si Bunga betandang pagi-pagi. Tak bisa dikatakan pagi, karena saat itu sudah jam 11. Tapi akhir-akhir ini jam 11 mendekati jam bangun nya...haha...maklum, malamnya keseringan begadang.

Nah, dalam celotehannya, ternyata si ikan gulai yang kami antar tadi malam telah di temani buih-buih dengan jumlah masih utuh 2 potong ikan. Basi. Tak terusik sedikitpun. Whaattt???

Padahal ditengah ketidakberadaan, kami masih rela bagi-bagi. Tapi ternyata malah diabaikan. Kalau tak mau bilang dari awal. 2 potong bisa untuk kami sekali waktu makan lagi lho. Hhh...kesal ...sebal...dan sebutkan saja segala rasa sejenis yang ada di dunia.

Mungkin hanya kami yang merasakan masa paceklik. Mungkin Cuma kami yang merasa jika tetangga kami juga butuh makanan, mungkin cuma kami yang mengkhawatirkan kalau tetangga kami kelaparan dan sedang kesusahan untuk makan. Mungkin hanya kami saja yang berfikir untuk ikut memikirkan tetangga kami. Mungkin cuma kami yang peduli. Sementara yang dipedulikan tak ingin dan tak peduli dipedulikan. Waaa...baper dah. Sakit rasanya.

Yaa...sudahlah, sejak saat itu. kami putuskan kami tidak akan mengantar dan membagi makanan apapun lagi ke kamar sebelah. Titik.



Rumah Kedua, Jum’at 30 okt, 02.30 pm