Rasa Baru Medan Napoleon Tiramisu

Sudah berapa banyak rasa Medan Napoleon yang pernah kamu cobain? 3, 5, 7 atau 10 rasa? Eh rasa Medan Napoleon ada berapa sih?

Sejak awal dibuka Medan Napoleon yang mengusung tagline oleh – oleh kekinian kota Medan, hadir denan lima rasa yaitu Durian Green Tea, Cheese, Caramel, dan Banana Crezy . Lalu tiga bulan kemudian hadir rasa baru lainnya yaitu Extra Cheese Great Chocolate dan Red Velvet. Ketujuh varian ini dibandrol mulai Rp. 55.000,- hingga Rp.75.000,-.

Rasa baru medan napoleon

Nah di bulan April ini Mean Napoleon kembali meluncurkan rasa baru yaitu rasa yang belum pernah ada pastinya. Karena kalau rasa yang sudah pernah ada takkan di sebut rasa baru yak an? :D Rasa yang belum pernah ada tersebut adalah  rasa yang merindukanmu a.k.a. TIRA MISS YOU alias Tiramisu.
rasa baru medan napoleon

Pada Jumat sore, 14 April 2017, kami kebagian buat meramaikan rangkaian acara peluncuran Medan Napoleon Tiramisu yang bareng Irwansyah lagi yaitu Ngopi Sore Bareng Irwansyah di Arya Duta Hotel. 
harga medan napoleon tiramisu

Medan Napoleon Tiramisu ini dikatakan unik dan exclusive. Disebut unik karena memiliki rasa yang lebih kaya dari ketujuh rasa varian sebelumnya. Napoleon Tiramisu terdiri dari lapisan puff pastry dengan dream tiramisu yang creamy dan manis yang berbalut coffee cake yang lembut. Lalu disempurnakan dengan taburan bubuk kokoa. Paduan rasa manis, pahit dan aroma kopi berpadu dalam sebuah cake membuatnya unik di lidah dan ingatan.

Dikatakan exclusive karena kotaknya berbeda dengan ketujuh varian rasa lainnya. Tampilan kotaknya tampak mewah dengan beragam landmark kota medan yang tertera di sana.
harga medan napoleon tiramisu
Medan Napoleon Tiramisu Rp. 75.000,-

Pada kotak Medan Napoleon Limited Edition ini terlihat patung Guru Patimpus Kantor Pos Lapangan Merdeka dan Tugu Air Tirtanadi beserta penjelasan singkat masing-masing Landmark. Hal ini sebagai salah satu bentuk apresiasi dan kecintaan Medan Napoleon kepada Sumut.

Untuk saat ini Medan Napoleon Tiramisu masih diproduksi terbatas, namun akan sgera diperbanyak agar dapat dinikmati pelanggan tanpa batas minimum pembelian.

Para pecinta kopi sepertinya bakal menyukai bahkan merindukan rasa Tiramisu ini sesuai dengan pelesetannya Tira Miss You yang ngangenin, kalau kata mereka yang sudah coba. Apakah kamu salah satunya?

Azalea Solusi Masalah pada Rambut Berhijab

Apa sih masalah pada rambut berhijabmu? Apakah rambut rontok, berketombe dan lepek ada dalam daftar masalahmu? Wah kurang lebih sama deh kalau gitu.

Pergi pagi pulang petang, bahkan malam, seharian beraktifitas di luar dengan hijab, sering kali mengakibatkan rambut kurang bernafas bebas. Apalagi kalau lagi traveling dengan teman-teman, ke luar kota kota pula, biasanya saat untuk kepala benar-benar lepas dari hijab adalah saat tidur malam hari.
Model By Kyo
Belum lagi kebiasaan-kebiasaan yang mendukung masalah pada rambut berhijab yang kerap kita lakukan, misalnya karena harus segera berangkat melaksanakan aktifitas, kita langsung pakai hijab padahal rambut masih belum benar-benar kering setelah dicuci. Akhirnya rambut jadi lembab, ditambah panasnya cuaca hingga memicu rasa gatal karena keringat, dan tadaaa…muncullah ketombe.
Mbak Dita (Paling Kanan)
Kata Mbak Dita, Brand Eksekutif Azalea, pada acara #AzaleaHijabDating Sabtu lalu di Whitehaus Café, masalah utama rambut bagi hijaber adalah karena kurangnya sirkulasi udara untuk rambut. Karena sirkulasinya kurang rambut jadi lepek, lembab lalu gatal dan berketombe hingga efeknya jadi rontok.

Ada beberapa tips untuk hijaber agar rambut tetap sehat dan jauh dari masalah rambut yang disebutkan di atas:

Pertama. Gunakan hijab yang bahannya mudah menyerap keingat, sehingga rambut tidak gampang lembab dan rambut tetap mnendapatkan sirkulasi udara.

Kedua, Gunakan ciput atau dalaman hijab yang berbahan kaos atau katun, agar mudah menyerap keringat.

Ketiga. Gunakan ciput atau dalaman hijab yang tidak menutupi seluruh bagian kepala belakang. Misalnya ciput yang berbentuk bando sehingga bagian kepala tidak tertutupi seluruhnya sehingga memungkinkan udara tetap bisa tersirkulasi.

Keempat, Pastikan ikatan rambut agak longgar sehingga udara masih bisa masuk. 

Kelima, Jangan malas untuk menyisir rambut. Selain agar rambut rapi dan melancarkan sirkulasi udara pada rambut, menyisir rambut terbukti baik untuk melancarkan peredaran darah di kepala lho.

Keenam, Cuci rambut secara teratur. Nah, tiap orang biasanya punya intensitas kebutuhan yang berbeda, tergantung jenis rambut dan aktifitas si pemilik rambut. Ada yang butuh cuci rambut tiap hari ada pula yang tiap dua hari. 

Ketujuh, Gunakan shampoo yang perawatannya sesuai untuk rambut berhijab. Kalau saya, butuhnya shampoo yang efeknya ketika berhijab kepala akan merasa tetap adem dan tidak mudah gerah. 

Pas pula diberi kesempatan untuk mencoba produk Azalea #therealhijabhaircare yang diinspirasi oleh Natur. Nah, selama kurang lebih semingu saya mencoba produk Azalea, yaitu Shampo dan Hairmist nya.

Jadi, Azalea Shampoo mengandung Zaitun Oil dan Ginseng ekstrak yang dapat menutrisi rambut sehingga rambut segar dan bebas lepek. Selain tidak menggunakan bahan kimia, bahan-bahannya diekstraki sendiri oleh PT. Gondowangi sehingga kualitasnya terjamin. Ketika dipakai dan setelah dipakai, kepala terasa dingin karena mengandung menthol.

Sedangkan Azalea Hairmist mengandung Zaitun Oil, Aloe Vera, dan menthol yang prosesnya juga diekstraksi sendiri seperti shampoonya. Azalea Hairmist ini menurut saya keren. Kalau biasanya produk kecantikan yang yang berbentuk spray adalah untuk wajah, kali ini untuk rambut dan hijab. Cara pakainya tinggal disemprotkan saja ke rambut atau langsung ke hijab kapan pun kita merasa gerah. Tidak akan meninggalkan noda di hijab kok. Efeknya kepala dan rambut berkurang gerahnya dan terasa segar kembali. Udah gitu harum pula.

Oiya, Mbak Dita juga sempat mengatakan bahwa pada pemakaian pertama rambut akan terasa kasar dikarenakan shampoo sedang bereaksi mengangkat zat-zat kimia pada rambut. Namun pada pemakaian selanjutnya rambut akan terasa lebih lembut. Nah, kalau pengalaman saya pada pemakaian pertama, efek rambut jadi lebih kasar itu tak berlaku sepertinya. Hehe.

Azalea shampoo dan Azalea Hairmist bisa diperoleh di Brastagi Supermarket, Smarco, Suzuya dan di toko kosmetik di Medan.
By the way, kalau saya adakan Give Away di Instagram yang hadiahnya sepaket Azalea #HijabHairCare Shampo dan Azalea Hairmist, kamu berminat ikutankah?

Menikmati Sensasi Musim Semi Jepang di Dokioo Dessert

Kalau kamu diberi pilihan antara menikmati dessert dan menikmati sensasi musim semi, kamu bakal pilih yang mana?

Nah, bagaimana jika kita diberi kesempatan untuk menikmati keduanya sekaligus? Saya sih pasti tak akan menolak.

Jadi beberapa pekan lalu, Ayu, seorang murid privat saya, waktu itu lagi les, menunjukkan postingan Instagram tentang dessert yang begitu cantik. Semangkuk Es serut sepertinya, dengan siraman mangga di atasnya, dilengkapi dengan topping potongan mangga yang begitu segar. Pas cuaca lagi panas-panasnya di luar. Ah cobaan puasa.

Kalau sesama pecinta dessert dipancing sekali saja dengan postingan yang seperti itu, bisa ditebak kelanjutannya, pasti gak bisa move on. Jadilah kami ngubek-ubek akun Instagram tadi. Dokioo Dessert. Alhasil belajarnya ditunda dulu demi menntaskan keterpesonaan dengan menu-menu di sana.
“Kapan-kapan ke sini yok, Kak” Ajaknya. 

Nah, kemarin sore, akhirnya kesampaian juga mengunjungi Dokioo Dessert ini. Meskipun minus Ayu, berhubung dia sedang mengunjungi rumah Neneknya. 

Awalnya sempat googling di google map tentang lokasi tepatnya di mana, tapi tak muncul. Yang muncul Dokioo Dessert yang ada di Jl. Sumatera. Sebenarnya ada dua lokasi Dokioo Dessert di Medan, di  Jl. Sumatera dan di Cemara Asri. Nah, yang di Cemara Asri ini yang tak muncul lokasinya. Padahal maksud hati memilih yang di sana karena lebih dekat dari lokasi saya. Namun karena memang sudah bertekad ke sana, akhirnya pergi juga dengan Bismillah.

Sesampainya di gerbang Cemara Asri, saya tanya satpamnya. Dan pak satpamnya tahu. Ternyata lokasinya tak jauh dari gerbang, dan tak masuk ke dalam komplek Cemara Asrinya. Tempatnya tepat di depan jalan, sejajaran dengan Masjid Al-Musannif, di sebelah Mak Yung Cafe.
Dokioo Dessert Cemara Asri
Pertama masuk terasa adem AC nya. Waktu itu di luar memang lagi panas. Saya pilih duduk yang di sofa. 

Pramusajinya datang membawakan menu. Mbaknya ramah banget. Ketika saya tanya menu favorit di Cafe ini, Mbaknya bilang “Volcano”. Pas saya lihat gambarnya, saya pikir itu juga sejenis es serut, dan saya kurang suka dengan yang banyak es nya. Akhirnya saya pilih Hanagataa, karena tertarik dengan isinya yang beraneka ragam, minim es serut dan ada eskrimnya. Perfect. Juga saya memesan menu yang namanya Cheese.
Hanagataa
Tak sampai 5 menit, pesanan saya hadir di meja. Hanagataa disajikan dalam mangkuk. Isinya terdiri dari Ice cream vanila, Purin (kalau saya bilangnya pudding agar-agar), Dango (kue beras Jepang), Taro Ball, Pearl, dan Star (rasanya seperti sereal emping jagung).

Sebelum makan Haganataa disiram dengan segelas kecil krim dengan rasa sesuai pilihan kita, ada Matcha, Oreo, Taro, Red Velvet, dan Milk. Saya pilih yang Matcha. 

Purin Pink
Purin Mangga
 Dalam Haganataa ada dua rasa Purin, yang pink rasa strawberry, dan yang g rasa mangga. 
Lalu Ada 3 buah Dango atau kue beras Jepang yang berwarna putih, hijau, dan merah muda. Ini pertama kaliya saya mencicipi Dango. Rasanya sedikit kenyal dan lembut,  dengan rasa manis-manis Jambu. Nagih. 3 kurang. Hehe. 
Begitu pula dengan Taro Ball. Entah kenapa namaya Taro Ball, padahal bentuknya tak bulat :D. Sensasi rasanya mirip-mirip dengan Dango. Kalau saya rasa, Taro Ball sedikit lebih lembut daripada Dango.

Sedangkan yang disebut Cheese isinya berupa sosis, irisan paprika hijau dan keju leleh, yang dibalut dengan kulit lumpia dan digoreng. Sausnya menurut saya seperti saus pada pasta spagethi, tapi yang ini lebih enak.
Perpaduan rasa manis dan asama di sausnya pas, yang dipadukan dengan bumbu yang saya pikir rasanya mirip seperti jintan hitam. Biasanya saya lebih sering tidak ccocok dengan rasa pasta pada spagethi, tapi yang ini saya suka, cocok di lidah.
Sensasi Chesee ketika dimakan terasa kriuk, rasa paprika dan sosisnya masih terasa segar, ditambah gurihnya keju yang meleleh. Saya membandingkan rasanya ketika dimakan tanpa saus dan dengan saus. Dan saya lebih suka ketika dimakan dengan saus, lebih terasa nikmatnya.

Setelah menikmati 2 menu ini separuh jalan, saya baru merasa kalau saya agaknya telah salah pesan menu. Sebab saya mulai merasa kenyang. Inilah efek kalau pergi sendirian, tak bisa berbagi, jadi mau tak mau kekenyangan :D 
Tapi rasanya kok malah ingin berlama-lama di cafe ini ya. Bukan Karena kekenyangannya juga sih, tapi karena musiknya yang buat betah dan gak mau pulang. “Pilihan lagu dan aliran musik Jepangnya itu lho... kok bisa pas kali sama selera musik awak” . Kan jadi ingin minta soft copy nya sama operatornya :D.
Dari segi desain interior, cafe ini cukup instagramable. Ada banyak nuansa yang membuat terasa banget musimnya. Jadi makin mendukung untuk berlama-lama menikmati nuansa musim semi ala Jepang di sini.
Makin nyaman lagi buat berlama-lama nongkrong karena banyak colokannya. Eh?! Fasilitas Wifi-nya juga bukan Wifi-id kok, dan koneksinya lancar. Hehe. Terus, passwordnya saya masih ingat sampai sekarang lho. Saya yakin kalau kamu ke sana, kamu pasti paham apa yang saya maksud. :D. 

Mengenai harga, menu-menu di Dokioo Dessert dibandrol dengan harga standart kafe kalau menurut saya. Bisa dipesan via go food juga. Ini dia daftar menunya. Hati-hati baper ya liat tampilannya :D
 
 
 
 

Nah kalau yang ini tagihan saya. Sampai di rumah saya baru sadar kalau ada potongan 30 %. Dan saya tak tahu kok saya bisa dapat diskon. :D.
Anyway, lain kali saya mau coba menu cantik lainnya juga, dan rencananya tak sendiri, tobat kekenyangan :D. Yok la, kapan kita ke Dokioo Dessert? 



Lokasi Dokio Dessert Medan:

Center: Jl. Sumatera No. 125
Spring: Cemara Asri, Ruko Golden Gate No 8B.
IG: @dokioo.dessert 

Metamorfosis Menabung

Namaku Alliya Okahara. Dan aku sangat suka travelling. Padahal sejak kecil aku paling tak suka bepergian dengan kendaraan. Tak sampai 5 menit dalam bus ataupun mobil, aku pasti mulai terkena sindrom mabuk darat; perut mulai mual, kepala dan pandangan terasa berputar, perasaan dingin kemudian datang menyergap seluruh tubuh, lalu di menit kelima belas, aku memindahkan seluruh isi lambung ke dalam kantong plastik yang sudah disediakan ibuku.

Makanya, aku selalu benci jika lebaran tiba. Karena kami sekeluarga biasanya mudik ke kampung halaman orang tuaku di Batubara. Artinya, kami pasti naik kendaraan.

Tapi sejak SMA, sindrom-sindrom itu tak lagi menghampiri, mungkin karena tubuhku telah terbiasa, berhubung tiap hari aku naik angkutan umum untuk mencapai sekolahku.

Nah, hobi jalan-jalan ini mulai muncul ketika kuliah. Mungkin karena pengaruh teman-teman dekatku, Heni dan Bitha, yang suka jalan-jalan. Lama-lama aku juga jadi menyukainya. Beberapa kali kami kerap berakhir dengan jalan-jalan dadakan alias tidak direncanakan sebelumnya, biasanya pada akhir pekan dan ketika stok tabungan mendukung. Namun, kami tak segila mereka yang karena suka jalan-jalan lantas tak sadar jika stok tabungan telah habis di pertengahan bulan. Mau makan apa nanti?

Sejak saat itu, kami, aku khususnya, sengaja menyisihkan sebagian kiriman bulanan untuk ditabung buat modal jalan-jalan.
Sumber: azntourtravel.wordpress.com
Awalnya kami mengunjungi tempat-tempat wisata yang dekat dan terjangkau kantong, seperti Parapat, Danau Toba, Samosir, Brastagi, Tebing Tinggi dan Inalum. Namun kemudian di libur semester 6, kami memutuskan untuk mengeksplorasi Sabang, destinasi terjauh pertamaku. Aku ingat saat itu tabunganku cukup lumayan karena ditambah beasiswa yang baru cair.

Mulai saat itu target tujuan destinasi kami perluas. Tujuan liburan akhir tahun depan adalah menjelajah luar negri. Jepang, negeri impianku saat itu. Negara yang mengingat namanya saja sudah menimbulkan efek bahagia. Pasti ini efek anime yang kutonton dengan begitu gila dan manga yang kubaca dengan begitu rakus. 

Kami pun mulai giat menabung untuk mewujudkan impian kami. Mengencangkan ikat pinggang demi menyisihkan lebih banyak dari uang bulanan, menghemat pengeluaran, juga mencari tambahan pemasukan dengan mengajar privat dan mengajar di kursus bimbingan belajar.

Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah NGO. Gajinya cukup lumayan untuk melanjutkan hidup dan juga masih bisa ditabung. Meskipun subsidi dari orang tua telah berhenti, namun mimpi menjelajah Jepang tetap hidup. Hingga di akhir tahun itu, mimpi itu harus ditunda, karena ternyata tabungan kami belum cukup. Kami memutskan untuk menjelajahi 3 negara tetangga dengan budget yang ada. Menjelajahi Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam dua pekan.
Pengalaman keluar dari negeri sendiri ternyata mengajarkan banyak hal. Aku merasakan langsung makna dari pepatah ”Hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari pada hujan emas di negeri orang”. Seenak-enaknya di negeri orang, masih tetap lebih enak di negeri sendiri.

Perjalanan itu pulalah yang memunculkan rasa cinta tanah air dari dalam diriku. Menyadarkanku bahwa Indonesia itu tak kalah keren, bahkan jauh lebih keren. Lalu saat itu aku memutuskan untuk mengganti target jalan-jalanku. Keliling Indonesia dulu, baru keliling dunia. Artinya aku harus lebih giat menabung lagi dan lagi untuk mewujudkannya. Namun Jepang tetap menjadi negara tujuan pertama jika ke luar negeri nanti. Hehe.

Suatu hari, saat usiaku 22 tahun, aku mengisi kelas percakapan bahasa Inggris seperti biasa. Topik diskusi kali itu adalah travelling.

“What country do you wish to visit the most?”  Tanyaku pada mereka.

“France”

“Dubai”

“Japan”

“Canada”

Jawaban mereka beragam. Hingga jawaban seorang murid membuatku tertegun.

“Mecca, Miss” katanya. “I’d like to visit it with my family for hajji and umroh”.

Wah. Hal yang tak pernah terlintas di benakku. Ada rasa malu saat otakku mengulang kembali kata-katanya. Mengingatkanku bahwa tujuan jalan-jalanku dan tujuan jalan-jalannya benar-benar berbeda. Tujuanku Jepang, Tujuannya Mekah. Tujanku bersenang-senang, tujuannya beribadah.

Setelah kupikr-pikir, diusiaku yang 23 tahun ini, tujuan jalan-jalanku adalah untuk bersenang-senang, dan menaklukkan destinasi. That’s all. Hampa. Sedangkan ia, diusianya yang 19 tahun, tujuan jalan-jalannya sangat mulia.

Ah, aku harus memperbaiki niatku. Bukankah Mekah adalah tempat yang malah disarankan untuk dikunjungi? Ralat, Bukankah Mekah adalah tempat yang wajib hukumnya dikunjungi bagi yang mampu? Lalu kenapa malah memampukan diri  untuk keliling dunia, sementara satu tempat yang suci ini kuabaikan nanti-nanti?

Baiklah, aku memantapkan hati untuk memperbaiki kembali niatku, Negara tujuan pertama yang akan kukunjungi adalah Mekah. Jepang baru boleh dikunjungi setelahnya, dengan catatan jika dengan biaya sendiri. Kalau ada yang mau memberi subsidi tentu takakan ditolak. Hehe.

Selanjutnya ketika lebaran tahun itu, aku kembali berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman ayah dan ibuku di Batubara. Siang itu, kami tujuh bersepupu duduk-duduk di samping rumah Uwakku. Bertukar cerita tentang kisah-kisah kuliah, pengalaman kerja, hingga bahasan soal nikah. Tiba giliran Hendra, adik sepupuku , bicara.

“Kakak, Kapan, Kak?”

 Ah pertanyaan ini.

“Maunya sih sekarang, Tapi KUA belum buka”. Kataku tersenyum getir. “Dirimu, rencana mau nyambung ke mana?” Tanyaku mengalihkan topik.

“Rencana mau ambil Akuntansi USU, Kak. Nanti mau sambil kerja. Biar bisa bantu-bantu Mamak juga. Jadi pas tamat kuliah nanti, udah ada kerjaan, jadi bisa sambil nabung buat naik-hajikan Mamak sama Papa.”

Kalimat terakhirnya ini entah kenapa tiba-tiba membuatku sulit bernafas. Aku merasa tertampar. Dadaku sesak. Ingin menangis rasanya.

Di 23 tahun usiaku, otakku dipenuhi dengan kerja dan menabung untuk jalan-jalan, walau baru-baru ini tujuannya jadi Umroh. Sementara dia, di 18 tahun usianya, otaknya dipenuhi dengan kerja dan menabung supaya bisa menaik-hajikan orang tuanya. Aku? Ah, begitu banyak hal-hal yang kulupakan dan kuabaikan. Apakah selama ini aku hidup terlalu egois? Apa sebenarnya tujuan hidupku?

Beberapa hari setelah itu, aku menyusun ulang dan memantapkan niatku. Aku sadar bahwa hidupku tak hanya milikku saja. Orang tuaku, mereka juga berhak atasku.

Maka, mulai sekarang tujuanku adalah mengusahakan dengan semaksimal mungkin  dan menabung untuk menyampaikan orang tuaku mengunjungi tanah suci.

Aku menyadari cita-cita dan niat-niatku terus berubah hingga saat ini. Apakah berarti aku adalah orang yang plin-plan, yang kerap goyah ketika berbentur dengan cita-cita orang lain, yang tak bisa menjadi diri sendiri? Namun, aku tak merasa menyesal karena telah berulang kali merevisi formula tujuan hidupku. Mungkin memang beginilah cara Sang Khalik menunjukkan jalan untuk membuka mata hatiku. Semoga aku bisa terus istiqomah. Aamiin.

Menabung tak lantas mengubah masa depanku menjadi lebih baik, namun menabung memang benar membuka cara pandangku  untuk menjadikan masa depan menjadi lebih baik. Seperti aku dalam pencarian tujan hidupku. Bisa kukatakan bahwa menabung telah mengantarkanku lebih dekat dengan pada tujan hidupku yang sebenarnya. Meski siapa sangka kalau ternyata dalam beberapa bulan ke depan, cita-cita yang sudah ku azzamkan ternyata terpaksa harus di revisi lagi. Man proposes, God disposes. Manusia berencana, namun Tuhan yang menentukan.

Bersambung.

Cerita ini didukung oleh Bank Sumut
#ayokebanksumut
#banknyaorangsumut

MemesonaItu Adalah Mereka yang Tulus Peduli

Siapa yang hadir di benakmu jika diminta untuk menyebutkan sosok–sosok wanita yang memesona? Raline Shah, Putri Indonesia, Miss Universe, Oprah Winfrey, Siti Khadijah, atau bahkan ibunda kita tercinta? Saya yakin kita punya beberapa bahkan banyak nama yang hadir di kepala.

Begitupun saya. Alhamdulillah ada banyak sosok wanita memesona yang hadir dalam hidup saya. Sebut saja beberapa di antaranya ada Ibu, Sari, Lia, Fitri, Paku, Kak Rizky, Ririn, Salwa, Ucha, Dewi, Nurul, Putri dan Bu Uning, (Tuh, banyak bukan? Ini baru beberapa) yang saya yakin banyak dari pembaca yang tak tak kenal siapa mereka. Hehe.

Sosok mereka kerap membuat saya terkagum-kagum sekaligus iri. Iri? Ya, karena saya juga ingin seperti mereka dalam arti memiliki pemikiran-pemikiran dan perilakunya.

Lalu apa sebenarnya yang membuat saya begitu terpesona dengan mereka?

Jika dilihat dari paras dan penampilan, mereka adalah sosok yang beragam, tentu tak bisa disamakan. Jika orang yang pertama kali melihat mereka diberikan kertas yang berisi pilihan: sangat cantik, cantik, biasa, hingga jauh dari cantik, saya yakin kesemua opsi tersebut akan dicontreng. Kesimpulannya, bukan wajah dan penampilan yang membuat saya terpesona.

Karena memutuskan untuk menuliskan artikel ini, saya jadi berfikir, apa sebenarnya kesamaan yang ada pada mereka hingga membuat mereka memesona?

Saya ingat-ingat kembali hal-hal apa saja dari mereka yang membuat saya kagum, terinspirasi, tertegun, tertonjok, dan tergerak untuk menjadi seperti mereka, berfikir seperti mereka, dan berlaku seperti mereka. Hal-hal apa saja yang membuat saya berubah karena hadirnya sosok mereka.

Dalam rekaman ingatan saya, mereka adalah sosok-sosok seperti di bawah ini.

Mereka adalah sosok-sosok yang yang dengan senang hati membatu orang lain, baik itu hal-hal kecil maupun hal-hal besar yang bisa mereka lakukan.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang sigap turun dari mobil dan berlari membantu seorang bapak yang terjatuh karena motornya terserempet truk di jalan raya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang rela menangguhkan melahap rotinya, demi menghampiri sekelompok mahasiswa yang sedang duduk-duduk di taman kota, lalu memungut bungkus makanan yang mereka buang begitu saja, kemudian ia serahkan pada mereka sembari tersenyum menunjuk ke arah tong sampah. Ia mengatakan sesuatu yang tak saya dengar namun saya paham maksudnya. Intinya mengingatkan untuk tidak menyampah.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang lemah lembut pada anak-anak, juga yang rela memungut kucing-kucing terlantar dan merawat mereka bak anak-anak kandungnya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang kerap memasukkan namaku dalam doa-doanya tanpa saya tahu, padahal ia bukanlah ibu atau bagian keluarga saya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang ketagihan untuk berbagi apa saja kecuali kesedihannya, di mana saja dan pada siapa saja, dengan harapan bahwa apa yang ia bagikan dapat bermanfaat dan ia mengharapkan balasan hanya dari Sang Pencipta.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang tak mau diketahui jika ia sedang sedih, sakit ataupun marah padahal saya tinggal di bawah atap yang sama. Jika pun berhasil diketahui, saya pasti mengetahuinya setelah ia sembuh, dan setelah masalahnya selesai. Sedangkan marah, saya tak pernah tahu ataupun melihatnya pernah menunjukkan gejala-gejalanya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang kerap memutar balik motornya untuk membeli dagangan kerupuk, atau balon, atau koran, atau mainan parasut terjun milik bapak-bapak tua,   yang ia temui di jalanan.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu bisa ngobrol asik dengan tiap tukang parkir yang ditemuinya sembari memarkirkan motornya, penjual gorengan di pinggir jalan, penjual es dawet, penjual pepaya dan ikan di pasar, sampai tukang sapu yang sedang duduk-duduk melepas penat, seolah mereka telah kenal lama.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu berusaha agar boncengan motornya tak pernah kosong baik ketika pergi maupun pulang dari suatu acara. “Ada yang mau bareng saya?” Begitu selalu katanya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu berusaha agar tiap perbuatan yang dilakukan untuk dirinya juga bisa bermanfaat untuk orang sekitarnya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang melaluinya saya melihat penerapan langsung dari filosopi “belum beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Dan setelah saya ingat-ingat lagi, tiga poin terakhir bukanlah dilakukan oleh salah satu dari mereka, namun oleh mereka semua.

Nah, tiap kali saya memgingat masa-masa ini, saya merasa seperti yang saya sebutkan sebelumnya; kagum, terinspirasi, tertegun, tertonjok, dan tergerak untuk menjadi seperti mereka, berfikir seperti mereka, dan berlaku seperti mereka.

Apakah hal yang sama dari sosok pribadi mereka yang membuat saya terpesona? Saya simpulkan bahwa mereka adalah sosok-sosok yang tulus atas segala bentuk kepedulian mereka. Mengharapkan balasan hanya pada Tuhan. Mereka tulus peduli. Tak hanya pada teman, saudara dan orang-orang terdekatnya, tapi pada siapapun, manusia dan semua ciptaan sang Khalik. Oleh karena itu, di mata saya mereka jadi amat memesona.

Hadirnya mereka dalam kehidupan saya adalah satu anugrah yang sangat saya sukuri. Melalui mereka saya banyak belajar. Saya yang awalnya adalah pribadi yang hampir bisa dikatakan anti sosial dan masa bodoh dengan sekitar, merasa tertampar. Melalui mereka saya belajar bersilaturahim, berbagi, berempati, peduli dan perlahan-lahan saya belajar untuk menikmati manisnya rasa ketulusan. Saya ingat semuanya dimulai dengan mulai peduli pada hal-hal kecil di sekitar dan melakukannya dengan tulus.

Terima kasih telah hadir dalam hidup saya dan mengajarkan begitu banyak makna kehidupan. Semoga ketulusan kalian kian berkah dan kian banyak sosok-sosok lain yang tumbuh memesona berkat pesona yang ada pada kalian.

Seseorang mengatakan, “Be somebody you would like to meet”. Jadilah seseorang yang ingin kamu temui. Saya pribadi tak kan menolak bertemu dengan sosok-sosok memesona itu. That’s why I am being somebody I’d like to meet. Oleh karena itu saya sedang berusaha menjadi seseorang yang ingin saya temui. Dimulai dengan mulai peduli pada hal-hal kecil di sekitar dan melakukannya dengan tulus. Karena Memesonaitu adalah mereka yang tulus peduli.

Begitu versi saya tentang #MemesonaItu. Bagaimana MemesonaItu versi kamu? :D

Me and Catatan Matluthfi

My first impression when deciding to borrow this book was that I was worried that it’d be hard to understand the meaning since the language used would be half or more in Malay not Indonesian. I assumed that the English articles would be much more understandable than the Malay ones. Still I made up my mind to read it.  And that impression and assumption turned out right.

However, it was fun. Along the time, I feel I could hear the voice of Matluthfi speaking in his unique dialect while I was reading. I guessed it was because I had seen some videos of his before.

The copywriting and jokes were totally healthy and enlightening for my soul. I often wondered how he could write such thoughts of his in such age.

I can see why Ririn fell for him so much. Yet, I still could not imagine that the news of Matluthfi finally got married broke her heart so badly. LOL

By the way, I believe that it was her mother that made Matluthfi what he was and is now. Just like his many times unbelievable-but-turned-out-smart way of thinking and his creative ways of joking. Instead of being a fan of him, I am officially starting to be a fan of his mother now, I guess. :D It was mention almost at the last part that his mother had just learned how to send picture via Whatsapp, I wonder if after that she learned how to sign up in Instagram too. I'd be glad to follow. Hehe.

Yesterday, I read the part about his reading habit. There he wrote about how he read “Spiritual Journey” (the title of the book) for days. And then he dreamed about meeting Prof. Tariq, the writer. And he said to the professor, as I quote from page 138:

“You teach me if an apple is bad, let’s not talk much on the fruit or the state that is, but rather the things that make it so. It might be the wind, the animals that touch it, the soil, the insufficient nutrients. You teach me, that bad apples will eventually fall back to the ground. And let’s work together to make sure the trees that they’ll grow up to be, are protected from the excessive wind, harmful animals, grow on the soil, get sufficient nutrients and produce better generation of new apples.”

And after that the professor smiled at him. Getting that kind of feedback, in his own dream, Matluthfi said to himself, “Had I gone mad?”

I was reading this part yesterday afternoon while lying down on my bed. I wasn’t sure how many pages had passed after this part before I fell asleep. I had a dream. In my dream, I met Matluthfi. Standing next to him was Ririn. I clearly saw her there. She was clinging onto Matluthfi’s left arm.

While looking at me with her bright smile, Ririn said, “Suamiku”.

 I giggled and said, “I must be dreaming”.

Any way thanks a million for letting me have your so-called husband (euuh). I treated “him” with all my heart. I am looking forward to bartering for the second book. My most precious one with yours. :D

Distilasi Alkena: Menikmati Manisnya Patah hati

Saya tak akan menyebut ini sebagai resensi karena resensi bentuknya tak begini. Sebut saja apa saja yang kamu rasa mewakili. Tapi jika akhirnya kamu tetap memilih kata resensi, sekali lagi saya tak menyebut ini resensi.:D

Kamu pernah patah hati? Saya sering :D. Tenang. Walaupun saya tak sebut ini resensi, ini juga bukan tentang curhatan patah hati saya kok.

Patah hati berjuta rasanya. Tidak setuju? Atau rasanya hanya ada satu? Yaitu pahit, atau sakit sakit? Itu saja sudah dua.
Sumber: Google
Lalu percayakah kamu jika saya katakan patah hati itu juga bisa berasa manis? Apalagi jika rasa manis itu hadir ketika menikmati kisah patah hati orang lain? Ah, jangan-jangan saya punya bakat psikopat.

Well, setidaknya itulah sensasi yang saya rasakan ketika melahap anak pertama dari seorang Wira Nagara. Ia menyajikan kisah patah hatinya untuk dinikmati dengan nuansa manis lewat Distilasi Alkena. Saking manisnya, setelah membaca hampir sepertiga bagian buku ini, saya baru sadar jika sedang dan sudah terjebak dalam kisah patah hati yang parah.

Padahal saya adalah jenis manusia yang paling anti membaca apalagi sampai menikmati sesuatu yang saya ketahui beraroma galau apalagi penuh kegalauan, sampai saya bertemu dengan Distilasi Alkena. Terima kasih telah menjebakku Wira Nagara.

Jika kamu adalah seorang science geek seperti saya, kamu mungkin akan langsung merasakan ketertarikan pada judul buku ini. Lalu kemudian mulai terbawa arus penasaran karena terpikat tag line di bawah judulnya “Denganmu, jatuh cinta adalah patah hati paling sengaja”.

Awalnya saya pikir ini adalah novel biasa, ternyata tidak selepas membaca beberapa halamannya. Bagi saya yang tak pernah bisa tahan berlama-lama dengan bacaan bergenre prosa, melahap habis novel ini adalah sesuatu yang di luar kebiasaan. Baik dari segi genre tulisan maupun tema. That’s why I said that I was trapped.

Prosa-prosa dalam buku ini konon telah ditulis oleh Wira sejak 2012. Ungkapan perasaan yang ditulis atas dasar kecewa, penyesalan, dan juga keikhlasan tentang wanita yang pernah mendiami kamar-kamar di dalam hatinya. Wanita yang memilih lelaki lain dan bukan dirinya, sedang ia tetap mencintainya karena baginya menemukan cinta yang lain adalah hal yang mustahil. Maka mau tak mau patah hati menjadi sumber kehidupan baginya. Patah hati yang ia rawat dengan sepenuh hati. Apa tidak lelah?

Saya penasaran, apakah akhirnya si tokoh akan mati karena terlalu lelah merawat patah hatinya agar tetap patah? Atau apakah bertambah satu lagi daftar orang gila di dunia? Ataukah ia memutuskan untuk move on namun mati sebelum sempat menemukan cinta yang baru? Atau...? Begitu banyak pertanyaan yang mengiringi sel abu-abu ini sembari melahap jalinan aksara berbalut indahnya metafora. Kadang sampai berdenyut kepala mencerna makna dalam bahasanya. (Salah satu alasan kenapa saya lebih tahan bercengkrama lama-lama dengan aljabar, tapi tak bisa terlalu lama akrab dengan prosa)

Keunikan lain bagi saya dari kumpulan prosa patah hati ini adalah bahwa tiap judulnya terdiri dari dua kata antah-berantah (kata mereka yang kurang familiar dengan istilah kimia, biologi dan teman-temannya). Tiap judul merupakan analogi yang mewakili perasaan yang ingin disampaikan Wira dalam tulisannya. Saran saya, jika tidak mengerti salah satu atau kedua kata pada judulnya, baiknya baca terlebih dahulu definisi yang disediakan di tiap bagian akhir tulisan. Dengan begitu, mudah-mudahan rasa yang ingin disampaian akan tersampaiakan dengan sempurna.

Distilasi Alkena sendiri diartikan Wira sebagai sebuah proses memisahkan dua hati yang pada dasarnya tak bisa dipisahkan karena satu ikatan perasaan.

FYI, novel setebal 138 hasil ramuan komika yang mulai dikenal pada Stand Up Comedi Indonesia season 5 (SUCI 5) ini telah lulus sensor EYD. Jadi enak dibaca dan bebas typografi.

Begitulah kisah saya dengan Distilasi Alkena. Tertarik sejak pertama memandang judulnya, lalu tergelitik karena tag line-nya, ilustrasi cover adalah katalis ketiga pemicu endorfin, lalu jalinan aksara di sepanjang halamannya adalah zat adiktif yang membuat saya terus menulusuri tiap diksi tanpa sanggup berpaling. Saat sadar ternyata telah terperangkap dalam labirin metafora, terlalu terlambat untuk kembali dan terlalu sayang untuk diabaikan. Hingga akhirnya tiba pada akhir halaman.

Semoga ketika tiba di akhir halaman buku ini, kita tidak termasuk kategori manusia dengan potensi psikopat karena berhasil menikmati rasa manis dari suatu tragedi bernama patah hati. Maka, selamat membaca dan selamat menikmati manisnya patah hati.