Ada Apa denganku?(part 1)

3:46 pm Pertiwi Soraya 0 Comments


Sebulan atau hampir dua bulan belakangan ini, ku merasa ada yang salah denganku. Sesuatu serasa membuatku tertekan, gelisah, tak nyaman, tak puas (yang ini mungkin tak begitu pas gambarannya), kesal, sebal, gondok, benci (yang baru akhir-akhir ini kusadari), jijik (kau tau apa yang kubayangkan sebelum aku memutuskan untuk menuliskan kata ini? Akan kubahas nanti), muak, bosan, hmm apa lagi ya..., pokoknya perasaan yang berpotensi membuat mood jadi jelek. Kalau ”galau”...bisa iya bisa enggak. But I know that I AM depressed.
Well, let’s start to analyze it.
Pertanyaan pertama pertama dan utamanya adalah, apakah aku benar-benar tertekan? Well, aku bisa pastikan jawabannya ”iya” lalu, kenapa aku tertekan atau dengan redaksi kata yang berbeda, apa yang membuatku tertekan? Hmm..hal pertama yang muncul dari pertanyaan ini adalah seseorang dan bukan sesuatu. Mungkin karena
sudah akut dengan rasa yang bernama ”benci” dengan orang ini. Mendengar namanya saja membuatku ingin marah seketika. Bukankah ini gawat namanya? Yah, walaupun aku telah berusaha sekuat tenaga (apa iya) untuk menghilangkan rasa ini but, it seemed that everything I did just didn’t workRasa benci itu tetap saja bertengger angkuh di bagian hati yang tak kutahu di mana letak istananya. (but ”look at the bright side”, kata Gordo dalam Lizzie McGuirre, setidaknya aku tidak (mungkin belum) menumpahkan rasa benciku dalam bentuk kemarahan pada Si orang ini –Atau haruskah kusebut dia ”Si nenek sihir” atau ”ular kepala dua”, ”musang berbulu ayam”, ”serigala berbulu domba” atau apalah, karena kurasa dan kupikir sangat cocok).
”Melihat wajahnya, mendengar suaranya, tersebut namanya....benci”
 Potongan lagu Maidani ini pas sekali. Lebih pas lagi jika ditambah ”teringat tingkahnya, jijik”. Benar-benar disgusting, alias menjijikkan. Teringat akan kuis kepribadian yang pernah kuberikan, dan jawabannya tentang penggambaran dirinya sendiri tepat sekali dengan yang kurasakan padanya saat ini. Instruksi kuisnya adalah  untuk menggambarkan dengan satu kata sifat untuk ”ANJING”. Dalam psikologi ”anjing” dilambangkan sebagai kepribadian diri kita. Dan ia mengejutkanku dengan jawaban spontannya, ”MENJIJIKKAN” Awalnya aku percaya bahwa jawabannya ini termasuk yang tidak sesuai, karena tidak jarang hasil dari kuis ini tidak sesuai dengan kenyataannya (walau sebagian besar kenyataan untuk pertanyaan yang satu ini benar adanya). Yah, pada waktu itu aku masih belum benar-benar mengenalnya. But, hah.. It’s true that everything is revealed by the time passed.
Kita tentu familiar dengan istilah NATO alias no action, talk onlyTapi aku kurang setuju jika istilah ini disandingkan dengannya. Karena ia lebih parah dari ini, yah kurang sesuai lah menurutku. Si orang satu ini tak henti-hentinya bicara  dan mengkritik akan tanggung jawab dan kewajiban yang tak dijalankan. Dalam hal ini semua pemeran mempunyai peran, kewajiban dan tanggung jawab yang sama. Tak salah memang yang dikritiknya, karena memang ia mengkritik yang salah. Tapi tidakkah ia sadar akan tanggung jawab dan kewajiban yang TIDAK dilaksanakannya? Bahkan ia lebih parah dari yang selalu dikritiknya sana-sini. (Dengan tidak mengurangi esensi penilaian, kalian boleh yakin akan penilaianku ini, karena ini bukan subjektif. Penilaian ini murni objektif. Dan hasil yang sama juga disumbangkan oleh para pemeran yang lain). Hal ini bukan sekali dua kali ia lakukan. Dari hasil pengamatanku (yah, beginilah memang alaminya orang-orang pleghmatis), Si orang satu ini SELALU mengulangi hal yang sama. Di mana kah sebenarnya otaknya? Dimanakah sebenarnya hatinya? Tak adakah perasaanya? Tak pernahkah ia merasa sedikit pun atau sekali pun bersalah?
Pernah suatu kali (mungkin  dua atau tiga kali) kami berdiskusi tentang masalah ini padanya. Oh, ternyata ia menyadarinya, tapi ia tak merasa bersalah sedikitpun. Dia bahkan bangga dengan alasannya. Dan kau tahu apa itu, ”tak ada waktu” katanya. Maksudnya ia menyalahkan ”waktu” nya yang tak cukup sempat untuk melaksanakan kewajibannya, karena jam terbangnya padat. Omong kosong! Buktinya dua kali hari libur yang bertepatan dengan jadwalnya (dengan kata lain, jam terbangnya kosong hari itu), hal yang sama tetap saja berulang, tidak ada perubahan apalagi peningkatan. Omong Doang. Omong Gede. Besides, bukankah dia sering (dalam kritikannya) memberikan solusi untuk para pelalai tanggung jawab yang mengkambing hitamkan ”waktu”. Jadi kenapa dia tak melaksanakan idenya itu. Apa namanya kalau bukan TONG KOSONG NYARING BUNYINYA.
Masih berhubungan dengan Si orang satu ini. Sesuatu yang lain yang juga menempati peringkat teratas penyebab ketertekananku. Keegoisannya. Mungkin aku tidak termasuk atau jarang termasuk sebagai korban keegoisannya secara langsung, (karena aku tak ingin dimanipulasi dan dirong-rong olehnya yang akan membuatku makin tertekan dan stres. Walau kadang aku kena juga.), tapi akua adalah korban tak langsungnya yang juga ternyata cukup signifikan dalam penyumbangan tingkat ketertekananku. Omelan, kata-kata, kritikan, otoritas, dan hal-hal yang berhubungan dengan keegoisannya yang dia lontarkan pada ”pemeran” yang lain (bukan aku) selalu menggangguku. Aku benar-benar tidak tahan dengan aksinya yang seolah-olah memamerkan otoritasnya tanpa ia menyadarinya, seolah-olah ia maha benar dan orang lain salah, padahal ia tak menyadari betapa tidak sesuainya ucapan dan perbuatannya.
Ckckck, Ternyata banyak hal tentangnya yang membuatku tertekan. Belum lagi tentang hal-hal yang ku rasa menjijikkan tentangnya. Uhhh. Mungkin sulit bagimu membayangkannya jika kukatakan ia adalah orang yang ”jorok dalam kebersihannya”. Aku yakin semua orang yang mengenal sedikit ataupun banyak tentangnya pasti akan menyimpulkannya sebagai seorang yang pembersih. Aku juga tak menyangkal hal itu tentangnya. Tapi banyak hal akannya yang sangat bertentangan dengan sifat pembersihnya itu. (Well, may be it’s only ME noticed). Aku sendiri pun heran dengan kesimpulanku ini. Tapi aku setuju bahwa Si orang satu ini adalah jorok.
Contohnya kata-kata yang sering ia ucapkan. Eits, jangan berprasangka buruk dulu. Ia bukan orang yang sering mengeluarkan kata-kata kotor, atau makian seperti inang-inang di pasar, atau seperti preman-preman jalanan, atau anak-anak malang yang terkesan tidak punya sopan santun. Tata bahasanya malah cukup manis dan sopan. Bahkan aku sendiripun tak bisa menggambarkan  bagian mana yang jorok. (Kau pun pasti bingung sekarang). Namun tak jarang ia akan memproduksi kalimat yang kukatakan jorok (jorok  yang kumaksud juga bukan tentang pornografi, lho). Dan luar biasanya lagi, kamusnya seakan tak pernah habis untuk merangkai kata dan kalimat macam itu.Walau tidak selalu, tapi cukup sering cara penyampaian, ekspresi dan bahasa tubuh yang terbawa bersama kata-kata nya ini membuatnya terdengar, terasa, tercium, dan terindera semakin dapat feel ”jorok”-nya. Dan yang jelas aku tak akan mau mengulangi atau meniru kata-kata ataupun kalimatnya yang kuanggap jorok. Bahkan menuliskannya pun tidak. Kuharap suatu hari nanti aku bisa menjelaskannya padamu tanpa harus meng-copy paste ucapannya sehingga kau mengerti apa yang kumaksud dan kurasakan.
Bukti lain bahwa ia ”jorok dalam kebersihannya” adalah tingkah dan lakunya. Seperti yang kujelaskan tadi, ia jorok dalam kebersihannya, sehingga tak akan ada orang yang percaya jika kukatakan demikian, kecuali ia benar-benar hidup bersamanya dan memperhatikannya benar-benar. Terserah pada kalian jika menganggapku subjektif, karena ini memang menurut pandangan dan pengamatanku (mungkin sedikit tercemari dengan rasa jijikku. Tapi yakinlah rasa benciku ini terbentuk karena rasa jijikku telah mampat, dan membuncah. Oke, back to the topic. Ia adalah seorang yang pembersih (sepertinya telah sejuta kali kutuliskan), namun hanya untuk dirinya sendiri saja, untuk barang-barangnya sendiri saja (mungkin juga untuk keluarganya sendiri), tapi tidak untuk teman-temannya, tidak untuk orang-orang yang dekat dengannya (selain keluarganya, dalam hal ini keluarga kandung), tidak untuk orang-orang yang tinggal bersamanya (sekali lagi bukan ”kandung”). Lagi-lagi aku heran dengan yang ku tuliskan ini, tapi tak akan ku sangkal karena ini benar. (Dan ku yakin kau pasti bingung lagi, bukan?)
Baiklah agar kau tak terlalu bingung, biar kuberikan sedikit ilustrasi. Anggaplah kau kini sedang tinggal dalam satu rumah sewa, di mana ada empat orang yang menghuninya, semuanya adalah teman-teman baikmu dengan stambuk yang berbeda yang kau kenal di kampusmu . Kalian telah tinggal bertahun-tahun sehingga mengenal kepribadian masing-masing. Kau paham benar apa perangai-perangai teman-temanmu, baik dan buruknya. Dan salah satu dari temanmu mempunyai mempunyai perangai seperti Si orang satu ini. Semua barang-barangnya rapi dan bersih, baik pakaiannya, lemarinya, bukunya, rak sepatunya, pokoknya semua barang di bawah kepemilikannya benar-benar tertata dan terawat dengan baik. Nah, di dalam rumah kalian ada barang milik bersama atau barang yang digunakan bersama-sama (bisa jadi milik satu orang tapi bukan miliknya). Nah, Si orang satu ini tadi tidak akan memperlakukannya seperti barang miliknya dalam hal ”perawatan dan pemeliharaan”. Ia hanya tahu barang itu milik bersama dan ia punya hak untuk menggunakannya. Namun ia tak peduli soal  pemeliharan dan kebersihan barang itu. Nah dari sini, ia adalah orang yang sadar betul akan haknya, namun ia tak merasa ada kewajiban sedikitpun dalam hal pemeliharaan dan perawatan.
Nah, dalam ilustrasi yang lain, bayangkan keadaan kamarnya. Tempat itu akan sangat bersih dan rapi. Yah, tentu saja ada sentuhan pribadi di sana, privasi. Namun bagian dari rumah bukan hanya kamar saja, bukan? Ada tempat lain yang digunakan bersama, seperti ruang tamu, dapur dan kamar mandi misalnya. Nah, ruangan yang digunakan bersama-sama ini sama nasibnya dengan barang yang digunakan bersama tadi dalam hal perawatan dan kebersihannya.
Cukup banyak orang yang mempunyai rasa jijik akan sesuatu (kalau dalam bahasa ku ”gilo”), misalnya seorang anak perempuan yang merasa jijik ketika melihat cacing yang menggeliat di tanah, atau seorang lelaki yang tak sanggup melihat darah. Perasaan seperti itu lebih dekat dengan perasaan takut menurutku, walau tidak seperti takut mati, tapi yah, nilai takutnya pasti cukup besar dalam kasus ini. Ilustrasi yang kuberikan kali ini adalah dengan maksud menganalogikan hal di atas dengan kejijikan seseorang dalam hal membersihkan kamar mandi dan toilet, membuang sampah yang telah menumpuk di keranjang sampah, atau hal-hal lain yang mengandung esensi ”kotor”. Tapi, coba pikirkan, apakah rasa jijik melihat cacing seimbang jika di analogikan dengan kejijikan seseorang untuk membuang sampah yang telah menumpuk di keranjang sampah ke tempat pembuangannya yang lain? Apakah pantas jika kejijikan seseorang melihat darah dianalogikan dengan kejijikan seseorang untuk membersihkan toilet dan kamar mandi? Aku rasa dan aku pikir tidak pantas.
Rasa jijik akan cacing  dan darah bisa kita maklumi (mungkin) karena kita jarang berinteraksi dengan hal yang tersebut. Lagi pula secara psikologi, manusia cenderung akan menghindari sebisa mungkin atas hal-hal yang membuatnya jijik. Namun apakah kita menghindari kamar mandi, toilet, dan keranjang sampah dalam hidup kita sehari-hari? Tentu tidak, kita bahkan berinteraksi dengan tempat-tempat ini, dan kita tak bisa hidup tanpanya. Lain halnya dengan cacing dan darah tadi, kita malah bisa hidup lebih tenang jika tidak berinteraksi dengan hal-hal itu, bukan? Dan bukankah kebersihan itu sebagian dari pada iman? Dan juga aku yakin bahwa kebersihan yang dimaksud bukan hanya kebersihan area pribadi saja, tapi juga lingkungan sekitar. Bukan hanya pribadi saja, tapi juga jiwa. (Lalu, apakah rumah tempat kita tinggal (walau dimiliki bersama) tidak termasuk area pribadi?)
Hmm, cukup panjang ternyata analisis akan pertanyaan pertama. Dan anehnya ada rasa lega yang kurasa setelah menuangkannya dalam tulisan ini. Kalian mungkin merasa ini adalah penumpahan rasa marah, tapi jangan khawatir, karena itu tidak salah. Hmm..What a relief. Baiklah pertanyaan selanjutnya kan ku bahas pada lain kesempatan. See You Soon .^_^

You Might Also Like

0 comments:

Thank you for visiting. Feel free to leave your response. 🙏😁😄