Me and Camera

Kamera. Saya menyebutnya sebagai teman baik.


Teman baik dalam arti “penolong”.  Kami sangat baik ketika disandingkan berdua. Yah, berdua saja. Berdua menatap arah yang sama. Namun sebaiknya  kami  tidak dihadapkan untuk menatap satu sama lain. Karena saat itu kami ogah dan jengah.

Kamera merupakan sang penolong bagi saya ketika harus melihat dalam jarak jauh. Ia membantu menjernihkan wajah yang kabur di mata saya, enjelaskan tulisan-tulisan nun beberapa meter di hadapan mata. Maklum, saya tak begitu bersahabat dengan kaca mata, terlebih lagi lensa kontak.  Jadi kalau ada yang bilang “Kakak itu cuek kali ya. Lewat gak mau lihat apalagi nyapa” itu sudah biasa.

Ada kalanya wajah orang baru akan terlihat jelas dalam jarak pandang 5 meter. Ketika di jalanan, kalau kamu wanita mungkin masih akan diperhatikan wajahnya, tapi kalau kamunya dari jauh berwujud bukan wanita, aha, maaf ya, kamu pastinya akan di plengosin (apa sih bahasa Indonesia yang baik dan benarnya, diabaikan kali ya). Kecuali jika saya memang sedang mencari kamu :D.

NIkkon
And there you are.
Nah, Si kamera saya ini, Nikki namanya, benar-benar membantu sekali untuk memukanmu dari jarak jauh. (kok terdengar agak-akgak gimana gitu ya). Tak jarang ia mengorbankan dirinya digunakan hanya untuk mengeker, bukan untuk memotret.

Melalui matanya, saya dapat menemukan wajah, mata dan emosimu. Jadi Nikki adalah mata ketiga buat saya. (Karena yang pertama adalah sepasang mata yang diberkan Allah, dan mata kedua adalah “feeling” – yang ini masih perlu dioptimalkan lagi. Sabar menanti paparan tentang Si “feeling” ini ya :D) Begitu kira-kira.

Selain sebagai penolong, Nikki juga sering membuat saya bahagia. Membekukan momen-momen tertentu melalui dirinya menjadi kesenangan tersendiri. Menangkap beragam ekspresi mikro pada manusia dan mahkluk bergerak selalu saja mampu memompa banyak endorpin.

Melakukan eksperimen bersamanya tak mesti diajak bicara ketika lagi tak mood untuk bicara. Ia rela didesak-desakkan dengan isi ransel ketika saya tak membawa tas khususnya. Ia juga tak rewel ketika bukan saya yang berengkrama dengannya.

Namun akhir-akhir ini saya cukup was-was dibuatnya. Lebih-lebih jika mengingat perlakuan saya terhadapnya. Kalau diingat-ingat ia memang tak pernah menerima perlakuan yang istimewa. Membawanya ke tempat servis misalnya. Membersihknannya saja tak teratur. Hmm...muncul rasa bersalah yang bertambah-tambah. Jadi belakangan, terkadang ia seperti menolak untuk diajak bereksperimen ini dan itu. Mungkin ia lelah.

Pernah suatu hari, Nikki baik-baik saja. Kerjasamanya juga baik sekali sejak pagi saya membawanya. Lalu seorang teman meminjamnya sebentar. Tak sampai 2 menit ia pun kembali ke tangan saya. Dan ketika saya akan mengambil sebuah momen lewat lensanya, hasilnya tak seperti yang saya harapkan. Blur. Berulang kali saya coba ia tak menunjukkan respon yang biasa ia lakukan. Jiwanya seakan menghilang dari raganya. Ia beroperasi sebagai layaknya kamera, namun tidak dengan hasilnya, tak peduli seberapa banyak pengaturan telah saya coba.
Nikon
You and I looking at the same direction

Hingga malam tiba, Nikki tak menunjukkan adanya perbaikan. Biasaya jika ia merajuk , ia akan kembali seperti semula setelah seharian didiamkan, diberikan waktu me time nya. Namun tidak hari itu. Saya pun hampir putus asa. mendadang ada rasa panas di bola mata. “Baiklah, besok kita akan menyervismu.” Pikir saya.

Setelah Niki dibersihkan, dan siap dikembalikan ke rumahnya, mata saya tertuju pada suatu bagian di samping lensanya. Sebuah tombol. A dan M. “Ah jangan-jangan...” belum sempat terbahasakan pikiran yang terlintas, tangan telah lebih dulu menukar tombol itu dari M ke A, dan lalu mencobanya.

Subhanallah...ternyata saya memang tak tahu apa-apa tentang dirimu. Padahal telah lewat 18 bulan kebersamaan kita. Ternyata saya memang hanya melihat dari sudut pandang kebahagiaan saya sendiri, tanpa benar-benar memperhatikan ataupun meperdulikanmu. Cinta yang disebut-sebut itu ternyata hanyalah kata dan perasaan sebelah pihak saja.

Maafkan daku wahai kameraku. Maafkan ketololan dan ketidaktahuanku akan apa-apa yang ada pada dirimu dan yang mampu kau lakukan. Maaf karena telah menganggapmu rusak. Padahal temanku yang meminjammu tadi hanya menggeser tombol auto-mu menjadi manual.

Gomennne Nikki.

Balada Kue Nastar



Akan tiba masa di mana sesuatu yang bahkan untuk menyentuhnya saja ogah, akan menjadi sesuatu yang paling dicari dan dinikmati senikmat-nikmatnya.

Seperti halnya kue nastar ini. selagi di rumah, setoples tinggi kue nastar ini tak diterge. Melihatnya saja sekilas pun menerbitkan rasa eneg untuk menyantap panganan lainnya. Namun, pengalaman berbicara. Hukum alam ini selalu berulang. Setidaknya bagi saya dan keluarga. 

Ibu memutuskan untuk memasukkan sepelastik kue nastar dalam kotak keripik yang akan saya bawa ke Medan. “Percaya lah, pasti enak ini nanti rasanya” ujarnya. Yah, cukup sadar dengan kebenaran kata-katanya itu. Namun untuk memasukkannya sebagai daftar barang bawaan kok rasanya enggak banget. Namun ibu rela membungkuskannya dengan cantik dan meletakkannya di dalam kotak.

Dan taraa....malam ini adalah masa itu. Malam di mana gigi sudah lelah mengunyah keripik pisang, tak sengaja terlihat bungkusan kue nastar yang enggak banget itu. Namun rasanya memang jadi luar biasa enak. Padahal tak ada yang berubah dari rasa sebenarnya. Rasanya ya tetap sama seperti segigit di hari pertama lebaran, di mana kuputuskan untuk tak menelan segigit itu.

Karena nastar bukanlah seperti dodol yang mengalami peubahan rasa seiring bertambahnya waktu. Namun di lain sisi, ada sebuah rasa yang memang berbeda yang membuat nastar ini, kue lebaran yang sebelumya membuat sensai eneg, kini terasa begitu memabukkan.
 
kue Nastar
Jangan sampai kalap melalap nastar.
Lalu, apakah sebuah rasa itu? Rindu mungkin? Atau bukan sebuah rasa itu saja yang menjadi biang keroknya. Kembalinya menyandang status “merantau” menjadikan suatu rasa menjadi berbeda. Ah, perasaan memang mudah berubah-ubah. Seperti hati yang mudah berbolak-balik. Maka mintalah sang maha pembolak-balik hati utuk menetapkan hati pada agama-Nya. Karena hati terletak pada jari- jemari-Nya.

Lalu hubungannya dengan kue nastar? 

Jangan lupa bersukur atas semua nikmat yang ada. Karena akan bertambah nikmat jika disukuri. Bukankah nastarmu jadi terasa lebih nikmat? Padahal sebelumnya ogah untuk menyantapnya. Siapa tahu setelah ini akan mendarat nikmat-nikmat lainnya entah dari mana. Sesuatu yang telah lama diidam-idamkan. Entah itu makanan, traktiran, kebahagian, teman, kejutan, keberuntungan, atau bahkan Mas itu. ^_^’’

Ah, sudah lah. Kue nastar ini tak hanya sekedar nikmat saja sepertinya. Tapi juga memabukkan. Hingga penikmatnya pun ikut mabuk pikirannya. Itadakimasu ^_^

Apa kamu juga suka Kue Nastar?

Untuk Angeline: Karena Anak Juga Manusia

Ketika film ini dimulai, tertera di layar bahwa film ini adalah untuk 17 tahun ke atas. Saya berfikir. Mungkin karena akan ada adegan kekerasan yang ditampilkan atau konten-konten kesadisan dalam film ini
Nonton bareng angeline 
Ternyata dugaan saya salah. Dikemas secara apik, bisa dikatakan film ini minim adegan kekerasan yang ditunjukkan secara blak-blakan, namun sarat dengan makna tindak kekerasan itu sendiri.

Tapi memang film ini bukanlah diperuntukkan bagi anak-anak. Film ini lebih ditujukan kepada para orang tua dan para calon orang tua.
nonton bareng angeline
Sesaat sebelum masuk. Kakak-kakak KOPIers Medan beraksi. Para orang tua & calon orang tua ^_^.

Diangkat dari kisah nyata yang tragis, film Untuk Angeline dikemas bukan dari segi forensik namun secara drama bergenre biografi. Diproduseri oleh Duke Rachmat dan Niken Septikasari, “Untuk Angeline” dikemas secara halus dengan penyesuaian-penyesuaian agar tetap layak untuk ditonton. Paduan akting para artis senior seperti Kinariyosih, Roweina Umboh,  Paramita Rusadi yg cukup natural, dan juga kepiawaian Naomi Ivo yang memerankan sosok Angeline cukup menguras air mata.

Mengenai alur dan kisah hidup sosok Angeline pasti telah diketahui kebanyakan penduduk negeri ini. Namun tak berarti layak dilewatkan dan dilupakan.

Terlepas dari masalah adopsi baik legal maupun liar yang marak terjadi di Indonesia, khususnya di Bali, saya lebih melihat film ini dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Mengenai pola asuh dalam keluarga. Mengapa sampai kekerasan pada Angelie itu terjadi hingga menewaskannya.

Setelah menonton film Untuk Angeline ini, saya berfikir, bahwa penyebab tumbuhnya tindak kekerasan pada sosok Angeline adalah karena cinta. What? Cinta?

Ya, Cinta. Cinta yang tak seimbang dari orang tuanya yang sangat mencintainya. Cinta ayah angkatnya, John, menimbulkan kecemburuan pada Tery (ibu angkat Angeline) dan Kevin (kakak angkat laki-laki Angeline).

Tidak bermaksud untuk memojokkan suatu pihak tertentu. Karena tak bisa dipungkiri memang, bahwa banyak orang tua yang secara sadar ataupun tanpa sadar memiliki anak yang lebih difavoritkan. Bukan berarti mereka kurang menyayangi anak-anaknya yang lain. Namun mungkin dalam menunjukkan kasih sayangnya, muncul kecenderungan pada anaknya yang lain untuk merasa merasa cemburu. (Anda akan tahu yang saya maksud ketika menonton beberapa bagian pada film Untuk Angeline ini).

Kecemburuan antar saudara ketika masa kanak-kanak adalah hal yang normal. Namun jika hal tersebut terus tumbuh dan berkembang tentunya bukanlah hal yang baik bagi perkembangan jiwa sang anak. Tugas orang tualah untuk menyadari dan bertindak. Merangkul dan mengajak anak-anaknya untuk saling mencintai, agar mereka merasa dicintai, bukan menyuruh mereka untuk saling mencintai.

Film “Untuk Angeline” adalah potret banyak kehidupan wajah para anak negeri ini. Mulai dari kesiapan orang tua dalam memiliki anak, mengasuh dan mendidik. Memang tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Karena orang tua setiap harinya terus belajar. Dan film Untuk Angeline adalah salah satu media pembelajaran bagi para orang tua dan calon orang tua.

Selamat menonton film yang sarat pesan moral ini. Semoga film ini menumbuhkan kesadaran kita untuk terus belajar menjadi orang tua yang memanusiakan manusia.

Karena anak –anak bukanlah barang mainan atau boneka hiburan untuk lucu-lucuan. Dewasa nanti mereka akan tumbuh dengan membawa masa kanak-kanaknya pada alam bawah sadarnya.
Perlakukanlah anak sebagai manusia. Stop kekerasan pada anak.
nonoton bareng angeline
Nonton Bareng Kakak-kakak KOPIers Medan

Oh iya, FYI. Sebagian hasil penjualan film Untuk Angeline ini akan digunakan untuk aktivitas perlindungan anak yang dikelola Koalisi Anank Madani Indonesia – KAMI- dan LPAI Kak Seto.

Nonton Bareng angeline
Kami udah nonton. Kamu? ^_^
KOPIers Medan udah nonton bareng. Kamu kapan?

In Harmony Clinic: Sebuah Memori Hepatitis B



Kapan pertama kali kamu mendengar kata Hepatitis? Saya pertama kali mendengarnya saat saya berusia 6 tahun, tepatnya ketika saya kelas 2 SD. Apakah karena saya mengidap hepatitis?

Bukan. Bukan saya. Tapi Ibu saya. Jadi saat itu Ibu saya bercerita pengalamannya di masa-masa sulit saat ia bersekolah.

Sejak kecil, ibu saya telah ditinggal oleh ibu kandungnya alias nenek saya ketika melahirkan anak ke lima, adik ibu. Ibu bahkan tak ingat seperti apa wajah beliau. Sepeninggal nenek, kakek saya menikah kembali. Jadilah ibu saya memiliki ibu tiri ketika ia berusia sekitar 3 tahun. 

Kian tahun, kondisi ekonomi keluarga kian sulit. Tanggungan kakek yang mencari nafkah sebagai supir kian berat.  Beliau harus menghidupi seorang istri dan seorang anak tirinya, 5 anak dari pernikahan pertama dan 5 anak dari pernikahan keduanya.  

Masalah ekonomi ini menyebabkan sulitnya mendapatkan pendidikan formal di sekolah. Tak terkecuali bagi ibu saya. Kata ibu, bisa tamat SD saja sudah luar biasa bahagianya. Ibu sangat suka sekolah. Untuk melanjutkan SMP dan SMA ibu harus membiayai pendidikannya sendiri dengan dibantu oleh kakak-kakaknya. Jadilah ibu berjualan kue dan juga membantu menjualkan hasil sulaman kakak-kakaknya.

Untuk “minta” uang sekolah pada kakek, ibu dan para kakaknya tidaklah cukup berani. Kakek dianggap “seram” bahkan oleh anaka-anaknya sendiri. Seram dalam artian pemarah. Anak-anaknya terkesan takut padanya. Untuk minta pada ibu tiri, apalagi. Di masa itu, image ibu tiri persis seperti ibu tiri pada film-film zaman dahulu. Beruntungnya, ibu tiri ibuku bukan tipe orang yang ringan tangan. Namun jika ia tidak suka ia akan mengadu pada kakek. Dan setelah itu, kakek pasti memarahi pada anak-anaknya  (baca: anak-anaknya dari istri sebelumnya). Dan kakek selalu percaya pada istrinya.

Untuk uang jajan, jangan ditanya. Tentunya tak ada uang jajan. Paling jika kakek sesekali memberi uang jajan. Mau minta langsung pada kakek tidak berani, Maka, jadilah setiap jam istirahat sekolah, ibu biasanya hanya minum air putih yang dibawa dari rumah dan membeli 2 buah permen. Begitu setiap hari. Berlapar-lapar hingga pulang sekolah.

Hingga akhirnya ketika ibu kelas 2 SMA, ibu jatuh sakit. Penyakitnya berhubungan dengan oragan hati. Yah, ibu terkena penyakit kuning, alias penyakit radang hati. Hepatitis B tepatnya. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B.

Lagi-lagi karena masalah ekonomi, pengobatan untuk ibu pun dilakukan seadanya. Ibu harus beristirahat total selama 3 bulan. Akhirnya mengambil cuti sekolah. Sehingga Ibu harus mengulang pendidikannya di tahun selanjutnya. Selama itu pula, asupan makanan dan gizinya pun mulai diperhatikan oleh kakek. 

Selama proses penyembuhan, entah ide dari mana, mungkin saran dokter, mungkin juga saran bidan dan caa pengobatan tradisional, ibu dianjurkan untuk mengonsumsi gula merah setiap harinya. Jadi setiap hari ibu menghisap-hisap gula merah seperti permen. Pagi, siang, maupun malam. Tak jarang gula merah masih terkulum ketika ibu tidur. Itulah sebabnya gigi ibu mulai keropos menjelang usia 30-an.

Entah karena gula merah, atau memang karena istrirahat total dan pola makan sehat tadi, Ibu perlahan-lahan sembuh. Hingga bisa bersekolah lagi dan akhirnya menamatkan SMA nya. 

Ketika masa ibu bekerja, penyakit hepatitis ibu sempat kambuh lagi. Mungkin karena kelelahan dan ditambah pola makan yang kurang sehat. Lagi-lagi dalam proses penyembuhannya, ibu mengonsumsi gula merah.

Ibu bilang, orang yang mengalami penyakit hepatitis B, jika penyakitnya sampai kambuh untuk ketiga kali, maka harapan bahwa orang tersebut akan kembali sembuh sangatlah sulit. Bisa dikatakan sudah tidak ada harapan lagi. Saya bergidik. Tak berani membayangkan macam-macam.

Nah, seingat saya, tak lama setelah ibu bercerita mengenai pengalamannya dengan Hepatitis B, teman dekat ayah saya didiagnosa mengidap hepatitis B. Gejala fisik yang terlihat dan terekam jelas diingatan saya yaitu kulit tubuhnya terlihat pucat menguning, dan ulu hati yang membengkak. Saya juga dengar bahwa Hepatitis B ternyata bisa menular melalui darah dan cairan tubuh. Saat itu sempat terfikir oleh saya, apa mungkin saya bisa tertular Hepatitis B karena saya mengunjungi penderitanya?
Hepatitis B
www.pinterest.com/ruthgrnd/hepatitis-a-b-c

Kira-kira sebulan kemudian, ayah saya mengumumkan kalau esoknya kami sekeluarga akan mengunjungi bidan desa untuk melakukan vaksinasi Hepatitis B. Saya tidak ingat nominalnya, namun yang melekat diingatan saya adalah bahwa harga satu botol vaksin sangat mahal. Selain itu botol vaksin yang sudah dibuka tidak bisa bertahan lama, harus dihabiskan hai itu juga. Sehingga untuk menghemat, ayah dan teman ayah patungan untuk membeli 1 botol. Karena 1 botol bisa digunakan untuk 2 keluarga kecil. 

Proses vaksinasi ini tak cukup sekali. Saya ingat ada jadwal beberapa kali kami divaksinasi. Setelah jadwal pertama, jadwal vaksinasi kedua adalah sebulan kemudian Lalu jadwal vaksinasi ketiga adalah tiga bulan setelahnya. Dan jadwal selanjutnya adalah enam bulan setelahnya. Tak hanya untuk anak-anak, saya ingat ayah dan ibu saya juga ikut diberi vaksin.

Kini, vaksinasi hepatitis B telah termasuk dalam vaksinasi wajib imunisasi pada bayi. Jadi vaksinasi ini diberikan ketika bayi lahi, lalu ketika bayi berumur 1 bulan, dan selanjutnya ketika bayi berumur 3-6 bulan.


Hepatitis B
www.rrhs.org

Penyakit Hepatitis B disebut-sebut WHO sebagi penyebab dari 780.000 kematian di dunia tiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Hasil Riset Kesehaan Dasar tahun 2007, 1 dari 10 penduduk Indonesia terinfeksi Hepatitis B. Namun hanya 1 dari 5 yang sadar jika mereka terinfeksi. Artinya, Penyakit Hepatitis B ini menjamur sedemikian rupa karena kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya dari penyakit ini. 

Intinya, selain karena faktor ekonomi, penyakit Hepatitis B bisa menyebar juga dikarenakan penularannya, yaitu melalui cairan tubuh, darah, penggunaan jarum suntik secara bergantian, penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan bebas. Cara penularannya kurang lebih sama dengan penularan virus HIV. Maka untuk menghambat dan mencegah penularan lebih jauh, mari biasakan hidup sehat dan berperilaku sehat.
Hepatitis B

Kunjungi juga In Harmony Clinic untuk informasi seputar kesehatan.

Cerita Ramadhan: Tips dan trik Ifthar di Mesjid Aceh Sepakat


Judulnya serasa mau ikut ujian TOEFL gitu ya. Sebenarnya ini adalah pelajaran yang saya ambil dari pengalaman pertama saya berbuka di mesjid. Yah, pernah sih sebenarnya berbuka di mesjid. Pertama ketika acara kampus, dan kedua acara perusahaan. Di kedua kesempatan itu saya termasuk panitia penyelenggara. Jadi ya beda esensi dan rasanya dengan pengalaman berbuka kali ini. That’s why I called it my first time. Pengalaman kali ini murni memang niatnya mau berburu ifhtar dan merasakan sensasinya.

10 Harapan Setelah Ramadhan

Dua hari lalu, 6 Juni 2016, muncul notifikasi di Instagaram. Ternyata ditantang oleh Lynur untuk menuliskan 10 Harapan Setelah Ramadhan. Sebuah program untuk Blog M Keroyokan Spesial Ramadhan.

Baru sadar, ternyata sebelum tantangan ini mendarat,

Menyikapi Majikan yang Zhalim


Akhir-akhir ini saya kerap mendengar-dengar suatu topik yang sama dibahas oleh orang-orang yang saya temui di angkot, di warung bakso, dan di sosial media. Mereka membahas masalah di kantornya yang berhubungan dengan gaji mereka.

Menyikapi Majikan yang Zhalim

Yang pertama adalah seorang staf di suatu lembaga pendidikan yang menyandang kata internasional