Metamorfosis Menabung

Namaku Alliya Okahara. Dan aku sangat suka travelling. Padahal sejak kecil aku paling tak suka bepergian dengan kendaraan. Tak sampai 5 menit dalam bus ataupun mobil, aku pasti mulai terkena sindrom mabuk darat; perut mulai mual, kepala dan pandangan terasa berputar, perasaan dingin kemudian datang menyergap seluruh tubuh, lalu di menit kelima belas, aku memindahkan seluruh isi lambung ke dalam kantong plastik yang sudah disediakan ibuku.

Makanya, aku selalu benci jika lebaran tiba. Karena kami sekeluarga biasanya mudik ke kampung halaman orang tuaku di Batubara. Artinya, kami pasti naik kendaraan.

Tapi sejak SMA, sindrom-sindrom itu tak lagi menghampiri, mungkin karena tubuhku telah terbiasa, berhubung tiap hari aku naik angkutan umum untuk mencapai sekolahku.

Nah, hobi jalan-jalan ini mulai muncul ketika kuliah. Mungkin karena pengaruh teman-teman dekatku, Heni dan Bitha, yang suka jalan-jalan. Lama-lama aku juga jadi menyukainya. Beberapa kali kami kerap berakhir dengan jalan-jalan dadakan alias tidak direncanakan sebelumnya, biasanya pada akhir pekan dan ketika stok tabungan mendukung. Namun, kami tak segila mereka yang karena suka jalan-jalan lantas tak sadar jika stok tabungan telah habis di pertengahan bulan. Mau makan apa nanti?

Sejak saat itu, kami, aku khususnya, sengaja menyisihkan sebagian kiriman bulanan untuk ditabung buat modal jalan-jalan.
Sumber: azntourtravel.wordpress.com
Awalnya kami mengunjungi tempat-tempat wisata yang dekat dan terjangkau kantong, seperti Parapat, Danau Toba, Samosir, Brastagi, Tebing Tinggi dan Inalum. Namun kemudian di libur semester 6, kami memutuskan untuk mengeksplorasi Sabang, destinasi terjauh pertamaku. Aku ingat saat itu tabunganku cukup lumayan karena ditambah beasiswa yang baru cair.

Mulai saat itu target tujuan destinasi kami perluas. Tujuan liburan akhir tahun depan adalah menjelajah luar negri. Jepang, negeri impianku saat itu. Negara yang mengingat namanya saja sudah menimbulkan efek bahagia. Pasti ini efek anime yang kutonton dengan begitu gila dan manga yang kubaca dengan begitu rakus. 

Kami pun mulai giat menabung untuk mewujudkan impian kami. Mengencangkan ikat pinggang demi menyisihkan lebih banyak dari uang bulanan, menghemat pengeluaran, juga mencari tambahan pemasukan dengan mengajar privat dan mengajar di kursus bimbingan belajar.

Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah NGO. Gajinya cukup lumayan untuk melanjutkan hidup dan juga masih bisa ditabung. Meskipun subsidi dari orang tua telah berhenti, namun mimpi menjelajah Jepang tetap hidup. Hingga di akhir tahun itu, mimpi itu harus ditunda, karena ternyata tabungan kami belum cukup. Kami memutskan untuk menjelajahi 3 negara tetangga dengan budget yang ada. Menjelajahi Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam dua pekan.
Pengalaman keluar dari negeri sendiri ternyata mengajarkan banyak hal. Aku merasakan langsung makna dari pepatah ”Hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari pada hujan emas di negeri orang”. Seenak-enaknya di negeri orang, masih tetap lebih enak di negeri sendiri.

Perjalanan itu pulalah yang memunculkan rasa cinta tanah air dari dalam diriku. Menyadarkanku bahwa Indonesia itu tak kalah keren, bahkan jauh lebih keren. Lalu saat itu aku memutuskan untuk mengganti target jalan-jalanku. Keliling Indonesia dulu, baru keliling dunia. Artinya aku harus lebih giat menabung lagi dan lagi untuk mewujudkannya. Namun Jepang tetap menjadi negara tujuan pertama jika ke luar negeri nanti. Hehe.

Suatu hari, saat usiaku 22 tahun, aku mengisi kelas percakapan bahasa Inggris seperti biasa. Topik diskusi kali itu adalah travelling.

“What country do you wish to visit the most?”  Tanyaku pada mereka.

“France”

“Dubai”

“Japan”

“Canada”

Jawaban mereka beragam. Hingga jawaban seorang murid membuatku tertegun.

“Mecca, Miss” katanya. “I’d like to visit it with my family for hajji and umroh”.

Wah. Hal yang tak pernah terlintas di benakku. Ada rasa malu saat otakku mengulang kembali kata-katanya. Mengingatkanku bahwa tujuan jalan-jalanku dan tujuan jalan-jalannya benar-benar berbeda. Tujuanku Jepang, Tujuannya Mekah. Tujanku bersenang-senang, tujuannya beribadah.

Setelah kupikr-pikir, diusiaku yang 23 tahun ini, tujuan jalan-jalanku adalah untuk bersenang-senang, dan menaklukkan destinasi. That’s all. Hampa. Sedangkan ia, diusianya yang 19 tahun, tujuan jalan-jalannya sangat mulia.

Ah, aku harus memperbaiki niatku. Bukankah Mekah adalah tempat yang malah disarankan untuk dikunjungi? Ralat, Bukankah Mekah adalah tempat yang wajib hukumnya dikunjungi bagi yang mampu? Lalu kenapa malah memampukan diri  untuk keliling dunia, sementara satu tempat yang suci ini kuabaikan nanti-nanti?

Baiklah, aku memantapkan hati untuk memperbaiki kembali niatku, Negara tujuan pertama yang akan kukunjungi adalah Mekah. Jepang baru boleh dikunjungi setelahnya, dengan catatan jika dengan biaya sendiri. Kalau ada yang mau memberi subsidi tentu takakan ditolak. Hehe.

Selanjutnya ketika lebaran tahun itu, aku kembali berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman ayah dan ibuku di Batubara. Siang itu, kami tujuh bersepupu duduk-duduk di samping rumah Uwakku. Bertukar cerita tentang kisah-kisah kuliah, pengalaman kerja, hingga bahasan soal nikah. Tiba giliran Hendra, adik sepupuku , bicara.

“Kakak, Kapan, Kak?”

 Ah pertanyaan ini.

“Maunya sih sekarang, Tapi KUA belum buka”. Kataku tersenyum getir. “Dirimu, rencana mau nyambung ke mana?” Tanyaku mengalihkan topik.

“Rencana mau ambil Akuntansi USU, Kak. Nanti mau sambil kerja. Biar bisa bantu-bantu Mamak juga. Jadi pas tamat kuliah nanti, udah ada kerjaan, jadi bisa sambil nabung buat naik-hajikan Mamak sama Papa.”

Kalimat terakhirnya ini entah kenapa tiba-tiba membuatku sulit bernafas. Aku merasa tertampar. Dadaku sesak. Ingin menangis rasanya.

Di 23 tahun usiaku, otakku dipenuhi dengan kerja dan menabung untuk jalan-jalan, walau baru-baru ini tujuannya jadi Umroh. Sementara dia, di 18 tahun usianya, otaknya dipenuhi dengan kerja dan menabung supaya bisa menaik-hajikan orang tuanya. Aku? Ah, begitu banyak hal-hal yang kulupakan dan kuabaikan. Apakah selama ini aku hidup terlalu egois? Apa sebenarnya tujuan hidupku?

Beberapa hari setelah itu, aku menyusun ulang dan memantapkan niatku. Aku sadar bahwa hidupku tak hanya milikku saja. Orang tuaku, mereka juga berhak atasku.

Maka, mulai sekarang tujuanku adalah mengusahakan dengan semaksimal mungkin  dan menabung untuk menyampaikan orang tuaku mengunjungi tanah suci.

Aku menyadari cita-cita dan niat-niatku terus berubah hingga saat ini. Apakah berarti aku adalah orang yang plin-plan, yang kerap goyah ketika berbentur dengan cita-cita orang lain, yang tak bisa menjadi diri sendiri? Namun, aku tak merasa menyesal karena telah berulang kali merevisi formula tujuan hidupku. Mungkin memang beginilah cara Sang Khalik menunjukkan jalan untuk membuka mata hatiku. Semoga aku bisa terus istiqomah. Aamiin.

Menabung tak lantas mengubah masa depanku menjadi lebih baik, namun menabung memang benar membuka cara pandangku  untuk menjadikan masa depan menjadi lebih baik. Seperti aku dalam pencarian tujan hidupku. Bisa kukatakan bahwa menabung telah mengantarkanku lebih dekat dengan pada tujan hidupku yang sebenarnya. Meski siapa sangka kalau ternyata dalam beberapa bulan ke depan, cita-cita yang sudah ku azzamkan ternyata terpaksa harus di revisi lagi. Man proposes, God disposes. Manusia berencana, namun Tuhan yang menentukan.

Bersambung.

Cerita ini didukung oleh Bank Sumut
#ayokebanksumut
#banknyaorangsumut

MemesonaItu Adalah Mereka yang Tulus Peduli

Siapa yang hadir di benakmu jika diminta untuk menyebutkan sosok–sosok wanita yang memesona? Raline Shah, Putri Indonesia, Miss Universe, Oprah Winfrey, Siti Khadijah, atau bahkan ibunda kita tercinta? Saya yakin kita punya beberapa bahkan banyak nama yang hadir di kepala.

Begitupun saya. Alhamdulillah ada banyak sosok wanita memesona yang hadir dalam hidup saya. Sebut saja beberapa di antaranya ada Ibu, Sari, Lia, Fitri, Paku, Kak Rizky, Ririn, Salwa, Ucha, Dewi, Nurul, Putri dan Bu Uning, (Tuh, banyak bukan? Ini baru beberapa) yang saya yakin banyak dari pembaca yang tak tak kenal siapa mereka. Hehe.

Sosok mereka kerap membuat saya terkagum-kagum sekaligus iri. Iri? Ya, karena saya juga ingin seperti mereka dalam arti memiliki pemikiran-pemikiran dan perilakunya.

Lalu apa sebenarnya yang membuat saya begitu terpesona dengan mereka?

Jika dilihat dari paras dan penampilan, mereka adalah sosok yang beragam, tentu tak bisa disamakan. Jika orang yang pertama kali melihat mereka diberikan kertas yang berisi pilihan: sangat cantik, cantik, biasa, hingga jauh dari cantik, saya yakin kesemua opsi tersebut akan dicontreng. Kesimpulannya, bukan wajah dan penampilan yang membuat saya terpesona.

Karena memutuskan untuk menuliskan artikel ini, saya jadi berfikir, apa sebenarnya kesamaan yang ada pada mereka hingga membuat mereka memesona?

Saya ingat-ingat kembali hal-hal apa saja dari mereka yang membuat saya kagum, terinspirasi, tertegun, tertonjok, dan tergerak untuk menjadi seperti mereka, berfikir seperti mereka, dan berlaku seperti mereka. Hal-hal apa saja yang membuat saya berubah karena hadirnya sosok mereka.

Dalam rekaman ingatan saya, mereka adalah sosok-sosok seperti di bawah ini.

Mereka adalah sosok-sosok yang yang dengan senang hati membatu orang lain, baik itu hal-hal kecil maupun hal-hal besar yang bisa mereka lakukan.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang sigap turun dari mobil dan berlari membantu seorang bapak yang terjatuh karena motornya terserempet truk di jalan raya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang rela menangguhkan melahap rotinya, demi menghampiri sekelompok mahasiswa yang sedang duduk-duduk di taman kota, lalu memungut bungkus makanan yang mereka buang begitu saja, kemudian ia serahkan pada mereka sembari tersenyum menunjuk ke arah tong sampah. Ia mengatakan sesuatu yang tak saya dengar namun saya paham maksudnya. Intinya mengingatkan untuk tidak menyampah.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang lemah lembut pada anak-anak, juga yang rela memungut kucing-kucing terlantar dan merawat mereka bak anak-anak kandungnya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang kerap memasukkan namaku dalam doa-doanya tanpa saya tahu, padahal ia bukanlah ibu atau bagian keluarga saya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang ketagihan untuk berbagi apa saja kecuali kesedihannya, di mana saja dan pada siapa saja, dengan harapan bahwa apa yang ia bagikan dapat bermanfaat dan ia mengharapkan balasan hanya dari Sang Pencipta.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang tak mau diketahui jika ia sedang sedih, sakit ataupun marah padahal saya tinggal di bawah atap yang sama. Jika pun berhasil diketahui, saya pasti mengetahuinya setelah ia sembuh, dan setelah masalahnya selesai. Sedangkan marah, saya tak pernah tahu ataupun melihatnya pernah menunjukkan gejala-gejalanya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang kerap memutar balik motornya untuk membeli dagangan kerupuk, atau balon, atau koran, atau mainan parasut terjun milik bapak-bapak tua,   yang ia temui di jalanan.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu bisa ngobrol asik dengan tiap tukang parkir yang ditemuinya sembari memarkirkan motornya, penjual gorengan di pinggir jalan, penjual es dawet, penjual pepaya dan ikan di pasar, sampai tukang sapu yang sedang duduk-duduk melepas penat, seolah mereka telah kenal lama.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu berusaha agar boncengan motornya tak pernah kosong baik ketika pergi maupun pulang dari suatu acara. “Ada yang mau bareng saya?” Begitu selalu katanya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang selalu berusaha agar tiap perbuatan yang dilakukan untuk dirinya juga bisa bermanfaat untuk orang sekitarnya.

Salah satu dari mereka adalah sosok yang melaluinya saya melihat penerapan langsung dari filosopi “belum beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Dan setelah saya ingat-ingat lagi, tiga poin terakhir bukanlah dilakukan oleh salah satu dari mereka, namun oleh mereka semua.

Nah, tiap kali saya memgingat masa-masa ini, saya merasa seperti yang saya sebutkan sebelumnya; kagum, terinspirasi, tertegun, tertonjok, dan tergerak untuk menjadi seperti mereka, berfikir seperti mereka, dan berlaku seperti mereka.

Apakah hal yang sama dari sosok pribadi mereka yang membuat saya terpesona? Saya simpulkan bahwa mereka adalah sosok-sosok yang tulus atas segala bentuk kepedulian mereka. Mengharapkan balasan hanya pada Tuhan. Mereka tulus peduli. Tak hanya pada teman, saudara dan orang-orang terdekatnya, tapi pada siapapun, manusia dan semua ciptaan sang Khalik. Oleh karena itu, di mata saya mereka jadi amat memesona.

Hadirnya mereka dalam kehidupan saya adalah satu anugrah yang sangat saya sukuri. Melalui mereka saya banyak belajar. Saya yang awalnya adalah pribadi yang hampir bisa dikatakan anti sosial dan masa bodoh dengan sekitar, merasa tertampar. Melalui mereka saya belajar bersilaturahim, berbagi, berempati, peduli dan perlahan-lahan saya belajar untuk menikmati manisnya rasa ketulusan. Saya ingat semuanya dimulai dengan mulai peduli pada hal-hal kecil di sekitar dan melakukannya dengan tulus.

Terima kasih telah hadir dalam hidup saya dan mengajarkan begitu banyak makna kehidupan. Semoga ketulusan kalian kian berkah dan kian banyak sosok-sosok lain yang tumbuh memesona berkat pesona yang ada pada kalian.

Seseorang mengatakan, “Be somebody you would like to meet”. Jadilah seseorang yang ingin kamu temui. Saya pribadi tak kan menolak bertemu dengan sosok-sosok memesona itu. That’s why I am being somebody I’d like to meet. Oleh karena itu saya sedang berusaha menjadi seseorang yang ingin saya temui. Dimulai dengan mulai peduli pada hal-hal kecil di sekitar dan melakukannya dengan tulus. Karena Memesonaitu adalah mereka yang tulus peduli.

Begitu versi saya tentang #MemesonaItu. Bagaimana MemesonaItu versi kamu? :D

Me and Catatan Matluthfi

My first impression when deciding to borrow this book was that I was worried that it’d be hard to understand the meaning since the language used would be half or more in Malay not Indonesian. I assumed that the English articles would be much more understandable than the Malay ones. Still I made up my mind to read it.  And that impression and assumption turned out right.

However, it was fun. Along the time, I feel I could hear the voice of Matluthfi speaking in his unique dialect while I was reading. I guessed it was because I had seen some videos of his before.

The copywriting and jokes were totally healthy and enlightening for my soul. I often wondered how he could write such thoughts of his in such age.

I can see why Ririn fell for him so much. Yet, I still could not imagine that the news of Matluthfi finally got married broke her heart so badly. LOL

By the way, I believe that it was her mother that made Matluthfi what he was and is now. Just like his many times unbelievable-but-turned-out-smart way of thinking and his creative ways of joking. Instead of being a fan of him, I am officially starting to be a fan of his mother now, I guess. :D It was mention almost at the last part that his mother had just learned how to send picture via Whatsapp, I wonder if after that she learned how to sign up in Instagram too. I'd be glad to follow. Hehe.

Yesterday, I read the part about his reading habit. There he wrote about how he read “Spiritual Journey” (the title of the book) for days. And then he dreamed about meeting Prof. Tariq, the writer. And he said to the professor, as I quote from page 138:

“You teach me if an apple is bad, let’s not talk much on the fruit or the state that is, but rather the things that make it so. It might be the wind, the animals that touch it, the soil, the insufficient nutrients. You teach me, that bad apples will eventually fall back to the ground. And let’s work together to make sure the trees that they’ll grow up to be, are protected from the excessive wind, harmful animals, grow on the soil, get sufficient nutrients and produce better generation of new apples.”

And after that the professor smiled at him. Getting that kind of feedback, in his own dream, Matluthfi said to himself, “Had I gone mad?”

I was reading this part yesterday afternoon while lying down on my bed. I wasn’t sure how many pages had passed after this part before I fell asleep. I had a dream. In my dream, I met Matluthfi. Standing next to him was Ririn. I clearly saw her there. She was clinging onto Matluthfi’s left arm.

While looking at me with her bright smile, Ririn said, “Suamiku”.

 I giggled and said, “I must be dreaming”.

Any way thanks a million for letting me have your so-called husband (euuh). I treated “him” with all my heart. I am looking forward to bartering for the second book. My most precious one with yours. :D

Distilasi Alkena: Menikmati Manisnya Patah hati

Saya tak akan menyebut ini sebagai resensi karena resensi bentuknya tak begini. Sebut saja apa saja yang kamu rasa mewakili. Tapi jika akhirnya kamu tetap memilih kata resensi, sekali lagi saya tak menyebut ini resensi.:D

Kamu pernah patah hati? Saya sering :D. Tenang. Walaupun saya tak sebut ini resensi, ini juga bukan tentang curhatan patah hati saya kok.

Patah hati berjuta rasanya. Tidak setuju? Atau rasanya hanya ada satu? Yaitu pahit, atau sakit sakit? Itu saja sudah dua.
Sumber: Google
Lalu percayakah kamu jika saya katakan patah hati itu juga bisa berasa manis? Apalagi jika rasa manis itu hadir ketika menikmati kisah patah hati orang lain? Ah, jangan-jangan saya punya bakat psikopat.

Well, setidaknya itulah sensasi yang saya rasakan ketika melahap anak pertama dari seorang Wira Nagara. Ia menyajikan kisah patah hatinya untuk dinikmati dengan nuansa manis lewat Distilasi Alkena. Saking manisnya, setelah membaca hampir sepertiga bagian buku ini, saya baru sadar jika sedang dan sudah terjebak dalam kisah patah hati yang parah.

Padahal saya adalah jenis manusia yang paling anti membaca apalagi sampai menikmati sesuatu yang saya ketahui beraroma galau apalagi penuh kegalauan, sampai saya bertemu dengan Distilasi Alkena. Terima kasih telah menjebakku Wira Nagara.

Jika kamu adalah seorang science geek seperti saya, kamu mungkin akan langsung merasakan ketertarikan pada judul buku ini. Lalu kemudian mulai terbawa arus penasaran karena terpikat tag line di bawah judulnya “Denganmu, jatuh cinta adalah patah hati paling sengaja”.

Awalnya saya pikir ini adalah novel biasa, ternyata tidak selepas membaca beberapa halamannya. Bagi saya yang tak pernah bisa tahan berlama-lama dengan bacaan bergenre prosa, melahap habis novel ini adalah sesuatu yang di luar kebiasaan. Baik dari segi genre tulisan maupun tema. That’s why I said that I was trapped.

Prosa-prosa dalam buku ini konon telah ditulis oleh Wira sejak 2012. Ungkapan perasaan yang ditulis atas dasar kecewa, penyesalan, dan juga keikhlasan tentang wanita yang pernah mendiami kamar-kamar di dalam hatinya. Wanita yang memilih lelaki lain dan bukan dirinya, sedang ia tetap mencintainya karena baginya menemukan cinta yang lain adalah hal yang mustahil. Maka mau tak mau patah hati menjadi sumber kehidupan baginya. Patah hati yang ia rawat dengan sepenuh hati. Apa tidak lelah?

Saya penasaran, apakah akhirnya si tokoh akan mati karena terlalu lelah merawat patah hatinya agar tetap patah? Atau apakah bertambah satu lagi daftar orang gila di dunia? Ataukah ia memutuskan untuk move on namun mati sebelum sempat menemukan cinta yang baru? Atau...? Begitu banyak pertanyaan yang mengiringi sel abu-abu ini sembari melahap jalinan aksara berbalut indahnya metafora. Kadang sampai berdenyut kepala mencerna makna dalam bahasanya. (Salah satu alasan kenapa saya lebih tahan bercengkrama lama-lama dengan aljabar, tapi tak bisa terlalu lama akrab dengan prosa)

Keunikan lain bagi saya dari kumpulan prosa patah hati ini adalah bahwa tiap judulnya terdiri dari dua kata antah-berantah (kata mereka yang kurang familiar dengan istilah kimia, biologi dan teman-temannya). Tiap judul merupakan analogi yang mewakili perasaan yang ingin disampaikan Wira dalam tulisannya. Saran saya, jika tidak mengerti salah satu atau kedua kata pada judulnya, baiknya baca terlebih dahulu definisi yang disediakan di tiap bagian akhir tulisan. Dengan begitu, mudah-mudahan rasa yang ingin disampaian akan tersampaiakan dengan sempurna.

Distilasi Alkena sendiri diartikan Wira sebagai sebuah proses memisahkan dua hati yang pada dasarnya tak bisa dipisahkan karena satu ikatan perasaan.

FYI, novel setebal 138 hasil ramuan komika yang mulai dikenal pada Stand Up Comedi Indonesia season 5 (SUCI 5) ini telah lulus sensor EYD. Jadi enak dibaca dan bebas typografi.

Begitulah kisah saya dengan Distilasi Alkena. Tertarik sejak pertama memandang judulnya, lalu tergelitik karena tag line-nya, ilustrasi cover adalah katalis ketiga pemicu endorfin, lalu jalinan aksara di sepanjang halamannya adalah zat adiktif yang membuat saya terus menulusuri tiap diksi tanpa sanggup berpaling. Saat sadar ternyata telah terperangkap dalam labirin metafora, terlalu terlambat untuk kembali dan terlalu sayang untuk diabaikan. Hingga akhirnya tiba pada akhir halaman.

Semoga ketika tiba di akhir halaman buku ini, kita tidak termasuk kategori manusia dengan potensi psikopat karena berhasil menikmati rasa manis dari suatu tragedi bernama patah hati. Maka, selamat membaca dan selamat menikmati manisnya patah hati.
 

Kuliner Medan Ala Al Nazwa Cafe yang Instagramable

Anak kampus UMSU pastinya familiar dong ya dengan Al Nazwa Cafe? Tempat nongkrong yang berlokasi hampir tepat di depan kampusnya.


Nah, ini adalah pengalaman pertama saya mengnjungi Al Nazwa. Seusai kegiatan pembekalan calon anggota FLP Medan angkatan VII, kami diserbu rasa lapar yang datang tepat pada waktu makan siang. Oleh Kyo, direkomendasikanlah Al-Nazwa Cafe ini. Kata Kyo makanannya enak-enak dengan harga standar kafe.
Suasana outdoor dengan nuansa hitam putih

Asriiiii....
Maka kami berempat – Imam, Ririn, Iyik, Kyo dan pastinya saya –pun menyambangi tempat ini. Pertama kali menginjakkan kaki, tata dekorasi tempatnya terasa unik. Ada nuansa cafe, taman, vintage, dan modern dipadu-padankan sedemikian rupa hingga terasa seperti di taman halaman rumah yang asri. Begitu kesan pertama saya ketika melewati lokasi outdoornya dengan tenda khas kafe yang bernuansa hitam putih.

Photo booth nya itu looo....
Saya mengikuti Iyik dan Kyo yang langsung menju ke lantai dua. Di antara tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua ada tempat yang sengaja disediakan untuk spot foto  yang bernuansa tanaman hijau menjalar. Berasa ada  di taman belakang rumah.  Banyak spot untuk membingkai kenangan sepertinya di sini, pikir saya.
Say cheeseeeee...
Dan benar saja, di lantai dua juga ada. Sepertinya Cafe ini sengaja menyediakan semacam photo booth dengan aneka tema. Di lantai dua ada photo booth tepat di depan tangga dan juga di dekat toilet. Hmm... Mungkin filosopinya agar tak membuat bosan pengunjung yang sedang mengantri kali ya :D. Mengantri jadi menyenangkan dengan foto-foto :D.
Kamu mau foto di mana? Di mana-mana instagramable kok
Para penggemar foto pasti tak kan melewatkan tiap spot di sini. It seems that every spot is designed for instagramable photo spot.

Kami memilih ruang VIP yang ber-AC (Ngadem sejenak setelah berpanas-panas tadi :D.).  Di ruangan ini ada pilihan  meja dengan kursi atau dengan sofa. Coba tebak kami pilih kursi atau sofa? Tentunya kami pilih yang ada mejanya. Hehe.. dan juga sofanya :D
Smoking area di lantai 2
Tak lama kemudian pramusajinya memberikan kami buku menu. Kami pun mulai menjelajahi aneka pilihan menu. Saya dan Kyo memilih Nasi Cah Jamur Daging, Imam dan Ririn memesan Nasi Ikan Bakar Dabu-dabu Manado, sedangkan Iyik menjatuhkan pilihannya pada Chicken Curry Ramen. Minumanya apa lagi kalau bukan teh manis dingin (Mandi), minuman kebangsaan orang Medan. Oh iya, Imam mencoba Choco Orange Shake.
Agak ditahan dulu hausnya ya, Mam 😁
Kurang lebih lima menit kemudian, pesanan kami akhirnya mendarat di meja. Nah, selapar-laparnya anak instagram zaman sekarang, mengabadikan foto hidangan sebelum di santap hukumnya wajib. Meminjam kata Ririn, “Kalau belum di foto, sepertinya ada rasa yang hilang”.
Nasi Cah Jamur Brokoli Daging Sapi

Nasi Ikan Bakar Dabu-dabu
Selesai sesi memotret, saatnya menimkati sajian. Dan ternyata rasanya Cah jamurnya itu gimana membahasakannya ya, kuahnya gurih, terus ada hati sapinya yang lembut, dan jamurnya itu berasa jamurnya.Kyo juga mengatakan redaksi kata yang sama. Bersamaan dengan itu Ririn dan Imam yang mencicipi Ikan bakar Dabu-dabu juga berkomentar serupa. Enak. Terus saya pun mencomot menu mereka. Daging ikannya empuk dan gurih, asinnya pas, dipadukan dengan acar rasanya jadi mau mencomot lagi😄. Lalu bagaimana dengan Iyik beserta Ramennya? Dia sudah duluan tenggelam dalam sensasi rasa karenya ternyata :D
Chicken Curry Ramen
Nah, orang bilang, kesan pertama itu tak terlupakan. Dan kesan pertama di Al Nazwa ini adalah kulinernya enak. Sebuah kenangan yang menyenangkan. Jadi ingin untuk mencoba menu-menu lainnya. I would visit this place again and try another taste.
Ada diskonnya juga weeee😄
Nah, kalau kamu jalan-jalan ke Medan dan berniat untuk wisata kulineran, Al Nazwa Cafe bisa jadi referensi. Apalagi jika suka fotografi. Berlokasi di Jl. Kapt. Muchtar Basri No 1 A. Hotel di Medan atau penginapan di sekitar daerah ini juga banyak kok.  Akses ke lokasi juga cukup mudah, ada angkot 125 dan 74 yang melewati jalur ini. Atau kalau tak mau ribet naik angkot bisa pakai jasa sewa mobil di Medan.

Jadi, kapan kamu main-main ke Medan? :D

Super Affordable Style ala Nuniek Tirta

This might be the second post written in English in my blog, and would be the first time I bring about “style” as a topic to discuss.

Well, honestly I am one type of person who doesn’t really follow the latest trend of fashion. My style of fashion is more like as long as I am comfortable with what I am wearing or try to make myself comfortable with anything available in my closet at that moment (available means ready and neat to wear).

There are many times when I have to wear some clothes I rarely use since those are the only available pieces, while the usual ones have not been ironed yet :D. However, also at such times – believe it or not – there are always friends, colleagues or students who would say “Your outfit looks cool today”.  At first I thought it was sarcasm, but turned out it’s for real. Ahaha. If only they knew the reason behind that outfit choice. LOL. (you could skip this part though).

And as one of those days reoccurred a couple of weeks ago, and that “your outfit looks cool today” thing was pronounced in the morning, I was invited by rudihartoyo.com to attend a meet up session with Nuniek Tirta the next day.

That would be the second time to meet her if I agreed. The first meeting was in Clapham Collective when she became the host for a talk show #NgopiBarengTiket in which Rudi was one of the speaker. And that first impression of her brought back memory to meet her again someday. And there were the opportunity offered. So I agreed. And just when I asked about the topic, tadaa, it’s about super affordable style. A coincidence? I believe that there is no such thing in this world as coincidence. It’s a world conspiracy. :D

pertiwisoraya.com

So, exactly on Sunday morning, February 26th  2017, I arrived at Pilastro Medan located next to Merdeka Walk. That was my first time visiting that cafe. When I asked the waitress about the meet up, she smiled and showed me the way to the second floor where the #NutsMeetup was. The place felt homey with wooden furniture and decoration. Soon, I met another invited bloggers and joined their table. 
Let the show begin ^_^

Not long after that, the occasion was opened by Nuniek Tirta herself. She mostly shared about her experience in her fashion statement. The main point I caught was that everyone can be fashionable without wasting unnecessary money. In other words, to be fashionable doesn’t have to be expensive.
pertiwisoraya.com


“It’s we who buy the goods, not the goods which buy us” Said Nuniek.

From what I observed, in order to look fashionable to the latest trend, we tend to be consumptive at all time, and some people even spend more money than what they can afford. There are many times when we fail to restrain ourselves of what we want and what we need. As I do sometimes and then regret it after buying something that is actually not really needed. Is it only me or the same thing happens to you as well?

If it comes to fashion, these tips from the NutsMeetUp might help you. Well, here I made some notes of how to be fashionable in affordable style ala Nuniek Tirta.

Mindset

If we think that to be fashionable requires a lot of money, we might want to change the perfective. How about economical but fashionable? Just like one viral post in Nuniek Tirta’s instagram account about her outfit of the day. Many people thought that what she’s wearing was expensive; in fact it’s far from expensive.
Why not trying a garage sale?

It doesn’t have to be a classy boutique or a mall for shopping.  Think again, are we buying the goods or the prestige? Well, there are always alternatives. For example traditional market where prices are more rational and negotiable, waiting for midnight sale where discounts go up and prices go down, or considering a second hand goods with good quality. Ah, it reminds me that lately some friends of mine keep asking where and how I got my jackets. :D

Know your body

Find out our strength and weakness. For instance, it is better to avoid the outfit that will show a skinny body become skinnier and vice versa. Avoid the motives or patterns that could make your weakness become more visible. We also could make an attention distraction with accessories such as pin, belt, scarf, bracelet, necklace, etc.

Mix and Match

Be creative in mixing and matching the pieces of clothes, colours, patterns, and accessories. Nuniek stated that she likes to have basic colours such as black and white, because they can result in many combinations of style.

My suggestion in mixing and matching is don’t be too generous to let all the accessories used at once, even though their colour match. If you do so, you’ll become a walking accessory store. :D

Be Proper

The expression “Just be yourself” doesn’t mean that we can act the way we are in any circumstances. There are times when we need to adapt ourselves to the situation and that includes the way we dress.

Let’s say that backpack, jeans, blouse, and hiking sandals are your daily style statement for hanging out with friends, traveling, campus activity, and leisure time. But, would you change your style for a moment to appear more neatly for a job interview? Or would you be in your sweaty jersey style when proposing a woman you’d like to marry to her parents?

The point is that to dress neatly in certain occasions and circumstances show how we respect the others. In this case our fashion style shows our attitude. 
I like that unique projector :D

Beauty Investment

What comes to your mind when you read this sub title? Spa, pedicure, manicure, facial, cosmetic, skincare, or expensive? Those list were actually on my head actually before Nuniek started explaining. It’s all about our definition of what we called expensive.

“People might think that eye laser is expensive, but for me it is an investment, because it lasts for a long-term” She said. “Imagine if I choose using glasses instead, I need to change it every year, right? There it becomes more expensive.” She added.

The same goes for skin care product. Using “expensive” skin care product gives better skin result than using the cheaper one. And no matter how cheap is the make up product, the result is still good, compared to using cheaper skin care product, and expensive make up product. The second one turns out become more expensive when we recalculate.

But still the first one is expensive, right? “That is what is called investment” Nuniek stated. Because looking fresh at all time is an investment.

Well, personally, I don’t do make up and skincare product thing. It seems that these two things just don’t go easy on my skin. So up until now, I prefer a traditional-DIY- home-made skin care, such as making my own tomatoe mask, cucumber mask, etc. But I am afraid it can be called a skin care thing because it is applied infrequently, that is whenever I feel like to do it :D. For this part of example, it is better not to copy this at home :D

But this last tip from Nuniek Tirta actually changed my way of thinking about caring my own body. Since Allah gives it in good condition, it is my own duty to take care of it well, isn’t it? Who else would it be.
Photo from Nunik Tirta

Anyway, Thank you for inviting me to this occasion rudihartoyo.com ^_^. Also, I am really grateful for the sharing, Mbak Nuniek Tirta. Really appreciate it. And I hope this review would be useful for the readers as it is for myself  reminder. And please pardon me for the late review. Better late than never, isn’t it?

Berani Katakan IYA BOLEH untuk Si Kecil Bereksplorasi?

Pertama kali bertemu kakak beradik ini adalah tahun lalu di acara yang diselenggarakan DANCOW di Plaza Medan Fair. Waktu itu mereka berperan sebagai “anak dadakan” kami. Abil sebagai anak dadakan Ririn (biasanya adiknya), dan Bunga sebagai anak dadakan saya, (biasanya? Biasa apanya...Jumpa juga baru hari itu).

Setelah itu bertemu mereka telah menjadi hal yang cukup sering. Nah, Kemarin, Sabtu 4 Maret 2017 adalah kali kedua bertemu mereka kembali di tempat yang sama dalam peluncuran DANCOW Advanced Excelntri+. Deja vu? Bukan. Lebih tepatnya mengulang kenangan.

Nah, setelah mendaftar di meja registrasi, kami mendapatkan tiket masuk wahana dan voucher makan. Belajar dari pengalaman tahun lalu, kami memutuskan untk mengantarkan anak-anak dadakan kami main wahana dahulu dan mencari tempat duduk kemudian. 
pendaftaran
Dokumentasi oleh Ririn
Ketika masih di luar tadi, Bunga dan Abil bilang kalau mereka gak mau ikut mewarnai lagi seperti tahun lalu. Sedangkan Abil sempat bilang kalau dia mau mancing ikan dan main pasir pantai nanti di wahana. Seperti tahun lalu di mana dia berhasil mendapatkan ikan dari hasil pancingannya (nyeser maksudnya :D)). Mereka belum bisa move on sepertinya dari kenangan tahun lalu. Tahun ini wahanya pastinya berbeda dong.  Dan benar saja seperti yang tertera di tiket masuk wahana.

Tahun ini DANCOW Explore Your World dilengkapi dengan empat area utama, yaitu Art Center dengan aktivitas hand painting dan storytelling, Central Park yang dilengkapi degan teknologi augmented reality, Smart City di mana si kecil bisa membangun kota dengan versinya sendiri dengan menggnakan sejenis lego, Dan yang terakhir Play Park dengan aktvitas wall climbing dan Monkey Bar. Keseluruhan aktifitas ini dimaksudkan untuk mengasah kemampuan berbahasa, memperhatikan, mengingat, menyelesaikan masalah hingga motorik anak.


Dan semua wahana padat antriannya. Raameeee. Alhasil kami memutuskan untuk mencari tempat duduk dan ke wahanya nanti. :D. Nah, ternyata semua kursi sudah penuh. Huhuhu. Tinggal kursi barisan paling depan saja yang beberapa terlihat kosong. Berdampingan dengan  tempat duduk pemateri  talkshow. Akhirnya kami nekat duduk paling depan :D

Beruntung Abil dan Bunga tak jadi masuk wahana. Soalnya begitu kami duduk acara pun dimulai. Dibuka dengan mini drama musikal dengan jalan cerita dan efek pendukung yang keren. Seru deh. Ada hikmahnya juga duduk paling depan. Jadi leluasa nontonnya, bebas halangan pandangan deh. Rejeki bawa anak :D (pelajaran hari ini, duduklah paling depan, apalagi jika memiliki masalah penglihatan :D)

Pas adegan mandi hujan, suara hujannya jelas banget. Efeknya saya jadi seperti menunggu kalau bakal ada tetesan air beneran. Seperti efek nonton dengan teknologi 4D gitu. Hehe. Tapi herannya, setelah adegan hujan berhenti, suara hujannya kok malah makin kuat. Sampai tiba-tiba Abil menunjuk ke atas, “Apa itu?”. Ternyata ada drone. Jadi ternyata itu tadi bukan suara hujan melainkan suara drone. Hahaha.

Mini dramanya bercerita tentang si x dan x yang selalu didukung oleh orang tuanya untuk bereksplorasi sebebas-bebasnya di linkungannya.

“Ma, boleh mandi ujan gak?”

“Iya Boleh”

“Ma, boleh pegang kupu-kupnya gak?”

Iya, boleh.

Trus saya penasaran kalau judul dramanya adalah “IYA BOLEH” :D
Sebagian foto oleh Ririn
Dramanya seru. Jangan bagi anak-anak, saya saja ingin tahu kelanjutan setiap jalan ceritanya. Pantas saja di depan panggung yang tadinya sepi, berangsur-angsur dipadati anak-anak yang penasaran dengan pertunjukan tersebut. Lagi-lagi bersyukur dapat tempat duduk paling depan :D

Selanjutnya talkshow dipandu oleh Mbak Shahnaz Haque, artis yang paling sering jumpa dengan saya, eh, maksudnya yang paling sering saya lihat langsng tanpa perantara layar kaca dan dari jarak yang dekat pula. Setahun bisa 2 atau 3 kali berada di acara yang sama.


Begitu pula pembicaranya. Ada Mbak Ratih Ibrahim. Senang sekali melihat psikolog satu ini sekaligs sebel, karena selalu bisa buat iri untuk jadi ibu :D curhaaat. Skip.
Dokumentasi oleh Ririn
Mbak Ratih menyampaikan bahwa anak adalah anugerah Tuhan yang dititipkan pada mereka yang mampu dititipkan. Maka bersykurlah mereka yang diberi kepercayaan untuk menjaga titipan-NYA.

Sementara dr. Bennie Endyarni Medise, SpA (K), dokter spesialis tumbuh kembang anak,  menegaskan 3 hal utama dari pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu nutrisi, kasih sayang dan stimulasi. Gizi yang seimbang untuk pertumbhan anak sangat penting. Karena kekurangan akan mengganggu tumbuh dan kembang anak. Begitu juga jika kelebihan nutrisi, seperti dapat mengakibatkan obesitas misalnya.

Anak yang mendapatkan cukup kasih sayang biasanya akan terlihat dari perkembangannya. Kasih sayang dalam memberikan stimulasi pada anak berdampak pada perkembangan otaknya. Salah satunya adalah memperbolehkan si Kecil bereksplorasi dengan bebas.

Dr. Bernie menuturkan bahwa berdasarkan hasil pennelitian, 80%  daya tahan tubuh terdapat di pencernaan. Dan saya adalah orang yang termasuk setuju dengan  hasil penelitian ini. Saya percaya, jika pencernaan sehat, insya Allah daya tahan tubuh juga baik sehingga tidak gampang sakit.

Pada anak, Lactobasilus rhamnosus adalah bakteri baik yang dapat menjaga saluran pernafasan dan saluran cernanya. Agar bakteri ini tetap tumbuh, bakteri ini juga perlu diberi makan, yaitu Inulin, yang kesemuanya terdapat dalam DANCOW Advanced Excelnutri+.

Jadinya, orang tua punya cukup ilmu dan alasan untuk berani mengatakan “IYA BOLEH” pada anaknya untuk berksplorasi di dunianya.

Saya sendiri sih sebenarnya termasuk tipe yang risih mendengar kata “JANGAN” atau “TIDAK BOLEH” disebutkan orang tua pada anaknya. Kata “JANGAN” selain bermakna negatif,  juga hanya akan membuat anak untuk lebih ingin tahu dan mencoba hal yang dilarangkan dengan kata “jangan” tersebut.

Ada banyak pengganti untuk kata “JANGAN” atau “TIDAK BOLEH” yang bermakna positif ataupun  sedikit saja mengandung makna negatif (less negative). Misalnya “SEBAIKNYA”, “LEBIH BAIK”, “BAGAIMANA KALAU...(berikan pilihan)”, dll.

Misalnya, “Jangan lari-lari, nanti jatuh” diganti menjadi “Hati-hati, lebih baik berjalan saja”. :D Sepele memang, namun efeknya pada perkembangan otak, cara berpikir, dan perilaku sangat luar biasa.

Jadi ayo mulai kurangi dan hindari menggunakan kata “JANGAN” dan “TIDAK BOLEH” dan beranikan diri untuk mengatakan “IYA BOLEH” pada si Kecil untuk berksplorasi:D

Seperti pada akhir talkshow, seluruh hadirin diminta berdiri untuk mengikrarkan janji untuk mengatakan “IYA BOLEH” :D

Setelah acara talkshow selesai, para blogger dan media diajak berkeliling wahana. Kami yang udah keliling duluan memilih untuk mencari wahana yang mungkin bisa dimasuki Bunga dan Abil. Kami melewati area pemerahan susu sapi sembari melihat saja. Abil dan Bunga juga memilih untuk melihat saja. Antriannya puanjaang soalnya. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk masuk Smart City. Dan entah bagaimana Abil dan Bunga tak perlu mengantri lama. Aha...lagi-lagi rejeki bawa anak :D
Dokumentasi oleh Ririn
Puas bermain di Smart City, Abil dan Bunga minta es krim, sedangkan Ririn dan saya sama-sama lapar. Jadilah kami keluar arena dan memutuskan untuk mencari makanan ke lantai 3 naik lift. Ahaa...ternyata itu adalah pengalaman pertama Abil dan Bunga menggunaan lift. Seru...karena komentar mereka yang unik-unik.

“Eh, kok nggak jatuh?”

Celutuk abil saat liftnya turun satu lantai. :D Terus pas udah kelar dari lift Bunga bilang

“Kok masih goyang-goyang ya?” Ahaha.

“Nanti pulangnya naik lift lagi ya?” Kata mereka setelah makan.

“IYA BOLEH” Kata kami. Sihiyy...langsung praktek :D

Pulangnya ketika melewati arena acara lagi, disempatkan mengambil foto mereka berdua, Hasilnya malah jadi begini. Ketika sudah siap-siap pencet tombol kamera dan mereka pun sudah pasang gaya keren-keren, Bunga tiba-tiba bilang ingin buang air kecil, dan entah kenapa si Abil sontak terkekeh. Lucu sekali dirasanya. Hingga jadi beginilah ekspresi mereka yang ngeblur ditangkap kamera.
Dokumentasi oleh Ririn
Tahun depan masih bisa gandeng mereka ke acara ini lagi tak ya? Atau tangan yang digandeng pas ke sini sudah beda? :D